13 November 2011

KARMA 6


Misteri dan Rahasia Arsyad 2

"Sudah jangan kamu hubungi lagi anak saya.." jawab mama Arsyad di seberang sana.

"Bu, ini menyangkut masalah suami ibu juga... ayah Arsyad"

"Kalau begitu katakan saja sekarang..."

Sangat tidak kondusif kalau berbicara dengan orang yang dilanda emosi. Mama Arsyad sangat tidak suka pada ibuku dan aku. Dia menganggap kamilah perusak rumah tangganya. Aku memahami, mungkin kalau di posisi dia aku juga melakukan hal yang sama. Meski hubunganku dengan Om Bara lebih dari sekedar kenalan, aku berharap semua tidak merusak rumah tangganya.

"kok diam? halo?! Halooo.." nadanya mengayun.

"Hmm lebih baik saya bicara dengan Arsyad supaya lebih leluasa..."

Bodohnya aku juga tidak menunggu hape Arsyad aktif. Aku kurang sabar. Akibatnya waktu telepon ke rumah yang angkat si tante jutek itu.

"Telepon hapenya saja"

Tiba-tiba dia menutup telepon. Dasar ibu stres!!
***

Akhirnya berhasil juga menelepon Arsyad sorenya.

"Begitulah Syad... karena gangguan ini semakin sering aku minta pertolongan sekali sama kamu. Siapa lagi yang bisa membantu?" rayuku.

Gangguan yang kumaksud adalah Ayah Arsyad yang terus mendatangi ibuku. Sementara ibuku merasa ... boleh dikatakan agak ketakutan, seperti diteror. Ayah Arsyad mengetahui kalau ibuku sudah menjadi janda sehingga ia ingin melanjutkan kisah cintanya yang sempat tertunda pada masa lalu. (Baca KARMA 5, penulis)

"Apapun yang bisa kulakukan, akan kulakukan buat kamu, Jer"

"Bagaimana kalau besok sore kamu ke rumahku? Sekitar jam 4 sore sekalian ajak ibumu. Tapi jangan masuk rumah dahulu, aku takut ibu kita akan bertengkar dan mengacaukan semua. Mengerti Syad?"

"Wah mirip adegan di termehek-mehek nih... perlu kamera tidak?"

"Yang penting kamu harus ikuti instruksiku ya..."

"Seperti biasa sob. You know me lah..."

"Harapanku tidak muluk-muluk kalau bisa dia tidak mengganggu lagi ibuku. Semoga saja dia bisa sadar dan kembali ke keluarga kalian..."

"Cih.."

"Kenapa Syad..?"

"Ga papa... ini ada serangga masuk mulut"

Aku tahu Arsyad menafikan harapan terakhir. Hatinya tertutup bagi Ayahnya ...
***

Paginya aku briefing singkat dengan adik dan ibu di meja makan.

"Yang penting ibu tenang jangan terpancing emosi..." begitu inti arahanku.

Adikku si Putri dapat peran pembantu untuk berjaga-jaga menghubungi pak RT kalau terjadi keributan tak terkendali dan warga berkerumun. Aku juga sudah memerintahkan dia untuk menyiapkan nomor telepon Ambulans dan Polisi kalau saja ada yang kalap. Kami bermain emosi yang mungkin tidak bisa dikendalikan. Hmm pengen tau kru termehek seribet ini gak ya?

Untung saja kuliahku agak siang dan tidak banyak hari itu. Setelah sarapan dan briefing aku segera meluncur di kampus. Namun segala yang akan terjadi sore nanti membuatku tidak bisa konsentrasi dalam mengikuti yang dikatakan dosen. Aku merasa perlu saran orang yang lebih dewasa dan lebih berpengalaman.

Om BARA... ya tiba-tiba saja nama itu mencerahkanku. Segera saja kubuat janji ketemu hari itu juga. Sebenarnya Om Bara sibuk, namun aku katakan kalau ini sangat urgent dan perlu bertemu. Dia menyetujui bertemu di sebuah hotel di kawasan elit kota. Dia juga akan bertemu klien di sana sore harinya.

Jam 12 lebih aku baru sampai di hotel berarti terlambat. Kutekan tombol ponselku.

"Om sudah sampai.. di mana?

"Langsung aja menuju restorannya..."

Karena baru pertama ke hotel itu aku bertanya pada satpam. Info, satpamnya muda, putih, ganteng. Sengaja kuulurkan tanganku... biarin dianggap ndeso.

"Pak resto di sebelah mana ya?" tanyaku setelah dengan berat melepas tangan satpam yang agak lembab.

"Mari dik saya antar..."

Tangannya mengarahkan ke dalam. Waduh, ramah sekali atau memang sudah prosedur?

"Dari mana dik?"

Kusebutkan saja nama kampusku.Aku mengikutinya dan mencoba menyamakan langkah.

"Owh saya juga tinggal dekat situ... tahu warung ibu Dani?"

"Ya..."

"Nah saya kontrakan di belakangnya, tepat di belakangnya..."

Setelah satu belokan kemudian Pak Satpam berhenti.

"Ini restonya dik. Silahkan..."

Duh ramah begini biasa karena ada tips. Gawat mana bawa duit ngepas... ah biarin lah ga sah ngasih. Lalu kuulurkan tangan lagi.

"Oh ya... terimakasih pak...Shandy?" setengah bertanya. Uh keren juga namanya... Shandy syarif... gak. ga pakai syarif.

"Sama-sama. Silahkan... "

Kuperhatikan mas Shandy melewati belokan yang tadi... hmm bokongnya mantap tuh. Bodynya juga kayaknya oke. Hmm kapan-kapan mampir Ah, aku sering makan di warung Bu Dani kalau siang. Hush! gatel. Segera kutepis pikiran itu.

Masuk pintu resto langsung disambut mbak cantik seusiaku.

"Sudah ada janji atau perlu meja sendiri, Pak?"

Wah dipanggil Pak... okelah... aku jadi agak menegakkan badan.

"Saya janji dengan Pak Bara..." ujarku sambil meneliti tamu-tamu yang ada di situ

"Oh Pak Bara dari ..." dia menyebutkan nama kantor Om Bara.

"Ya, betul"

"Mari Pak, saya antar..."

Kalau kupikir-pikir enak betul hidup orang kaya ya... cuma satu tingkat di bawah raja. Bedanya pada kekuasaan mutlaknya. Ah suatu saat aku juga jadi orang kaya.

"Silahkan Pak..."

"Makasih ya mbak.."

Duh sori mbak cuma bisa bilang makasih... belum bisa kasih tips, itu cuma kataku dalam hati tidak diucapkan.

Om Bara yang sedang makan sendiri melambaikan tangan kepadaku dengan semangat. Sepertinya dia lagi ceria nih. Rambutnya pendek dan mukanya tampak segar. Jadi kelihatan lebih muda daripada biasanya. Lalu Om Bara sibuk menawari dan memesankan makanan buatku.

"Wah kamu tampak kurus Jer...hmm agak pucat pula. Sehat kan?"

"Ya om... cuma ada sedikit masalah saja. Seperti yang aku bilang di telepon tadi"

"Kayaknya karena lama gak kusuntik neh..." katanya mengedipkan sebelah matanya.

"Nakal"

Makanan yang datang bentuknya agak aneh, seaneh namanya. Tapi rasanya lumayan, berbeda dengan rasa di warung bu Dani dan pasti harganya juga. Aku segera menghabiskannya supaya banyak waktu untuk curhat dengan Om Bara. Satu orang dewasa yang bisa kupercaya. Aku segera menghabiskan orange juice, omong-omong itu orange juice terenak yang pernah kuminum.
***

Kuceritakan semua keadaan yang ada tanpa ada yang ditutup-tutupi. Kecuali tentang hubunganku dengan Arsyad, khawatir si Om cemburu hehe... Arsyad kukatakan sebagai teman kecil yang bertemu lagi saat ada pameran. Kuceritakan juga rencanaku sore nanti.

"Rencanamu tampak sempurna. Namun eksekusinya tidak sesempurna skenario apalagi ini live dan melibatkan emosi" nasehat Om Bara seperti produser acara saja.

"Yah... itulah yang kukhawatirkan om... makanya aku ke sini mau curhat dan minta pendapat Om kalau saja ada detail yang terlewatkan"

"Aku tahu cara kerjamu selama kita bekerja sama bikin desain kantor dahulu. Kamu cukup teliti dan rapi meskipun kadang kurang sabaran...tapi aku suka. Justru kurang sabaran itu yang kadang membuat nafsuku tak tahan" si Om mengerling lagi.

"Hmm.. Om gi pengen ya? ganjen banget sih..."

"Kalau kamu ga sibuk... kita rengkuh kebahagiaan sebentar yuk..."

Halah! yang begini ini yang ga bisa kutolak. Mana aura sex si Om kenceng banget. Aku jadi menelan ludah...

"Hmm gimana ya?" kataku menggoda sambil tersenyum.

Segera Om memesan sebuah kamar dan kami naik lift untuk menuju kamar itu. Kuncinya dari kartu seperti kartu ATM begitu digesek pintunya terbuka. Kamarnya nyaman lebih luas dari kamar kebanyakan kalian pastinya hehe...

Ruang Hotel yang luas dan nyaman
Aku melihat jam di hape. Sudah hampir jam 2 sore.

"Om, aku ga bisa lama-lama loh..."

Lima belas menit berikut kami habiskan untuk mandi bergantian. Yah meskipun sudah tahu kemaluan masing-masing tapi kalau soal hajat rasanya tidak sopan kalau kami juga melakukan  bersama. Kalian tau maksudnya kan? Yah kami membersihkan lubang kotoran kami terlebih dahulu sebagai persiapan kalau nanti akan digunakan sebagai lubang kenikmatan. Penulis menyarankan buat para botom untuk selalu membersihkan saluran pembuangan sebelum masuk dalam sesi sex dengan pasangan supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di tengah permainan.

Keluar dari kamar mandi Om sedang memindah-mindah chanel untuk mencari acara yang enak ditonton. Dia tersenyum manis sekali. Tubuhnya besar tapi tidak tambun tapi dia juga tidak memiliki sixpack. Hanya one pack hehe...

Aku duduk di sebelahnya dan memeluk tubuh telanjangnya. Tubuh yang wangi dan bersih dan terasa sangat menenangkan.Nikmat sekali berpelukan dengan pria, hmm mungkin ini kerinduanku akan sosok seorang Ayah yang tak terpenuhi. Om Bara mengelus punggungku dengan rasa sayang. Sesekali dia juga mengecup pipi, telinga dan leherku.

Segalanya berubah saat mata kami bertemu. Nafsunya terbakar...

Handuk putihnya dibuka dan dibuang dari tempat tidur dan Om Bara juga berusaha merenggut handuk dari tubuhku. Kami bertelanjang dan berpelukan bertumpukan. Segera bibir kami saling berpagut dan saling kulum. Tangan Om Bara meremasi punggung dan pantatku sementara di perutku terasa sesuatu hangat dan mengganjal, kontol pastinya.

Sejenak kulupakan penat dan suntuk karena pikiran penuh dengan rencana sore nanti. Saat itu yang ada hanya rangsangan dan kepuasan yang ingin direngkuh. Titik-titik sensitif disentuh, melenguh, menggelinjang mendesah. Mulut berkecipak dan gumaman tak jelas.

Om Bara merubah posisi kini dia menjilati kontolku dari samping. Secara otomatis kontol Om Bara langsung tepat di depan wajahku yang siap kunikmati. Kontol kami tidak beda jauh besarnya. Om Bara masih tetap rajin merawat rambut kelaminnya seperti biasa. Rapi dan baunya harum, hmm memang pria metrosexual, rajin merawat segala sexualnya.

Kontolku terasa basah dan hangat terasa dihisap oleh lubang hangat dan lembab. Sementara kontol Om Bara juga berdenyut hangat di mulutku. Terkadang kugelitik lubang kencingnya dengan lidahku. Sungguh nikmat permainan seperti ini.

Giliranku merubah posisi. Aku memilih mengangkangi kontol Om Bara yang sudah basah dan mencoba memasukkannya ke pantatku. Om Bara membantu mengarahkan tapi kurebut supaya aku saja yang mengarahkan. Rasa pegal menyergap dan rasa mengganjal mulai ada di lubang anusku. Tiba-tiba tangan Om Bara menahanku.

"Pakai kondom dan pelumas dulu ya..."

Oh iya, sebegitu nafsunya hampir saja lupa pengaman. Dalam waktu sesingkatnya kami sudah berada pada posisi seperti tadi lagi dengan kontol Om Bara yang sudah terselaput kondom dan diolesi pelumas khusus. Aku mengocok kontol Om Bara sedikit supaya tegangnya maksimal lalau kumasukkan ke dalam lubangku lagi. Rasa pegal yang sama tapi terasa lebih mudah masuk, pasti karena jeli pelicin yang sudah dikenakan.

Aku berjongkok dan mulai menaikturunkan pantatku. Ada rasa geli enak dalam perutku. Om Bara mendesis keenakan.Yes, ini posisi di bokep yang ingin kucoba. Kontolku tegang berayun-ayun. Aku menyadari tampaknya aku mulai menikmati rasanya ditusuk kontol pria.

Beberapa saat gerakanku mulai pelan. Capai dan pegal muncul di pahaku sebelah atas dan juga pantatku. Om Bara tanggap dan dia duduk sementara kontolnya masih menancap di dalam anusku. Pinggangku dipegang dan dinaikturunkan.

"Ganti posisi, Jer?"

Aku menggeleng karena rasanya aku hampir mencapai puncak.

Om Bara menjilati dan menggigiti putingku yang membuat aku mendesah. Kontolku menggesek dada Om Bara yang licin oleh keringat.

"Ooohh Om aku hampir Omm..." ya memang kurasa pelabuhan orgasme sudah mendekat.

"Oooommm ssss yes aaa aaa aa...." muncratlah maniku ke dada Om Bara. Ke dagunya juga.

Aku mengejan beberapa kali seperti orang ayan. Lalu kupeluk Om Bara erat. Mukanya di dadaku. Kurengkuh pipinya dan kuciumi mulutnya. Disitulah aku baru sadar ada maniku yang sampai ke dagunya.

Lalu naik turun lagi. Tapi tak sesemangat tadi. Om Bara memahami. Dia menidurkanku dalam posisi memeluk dengan kontol tetap tertancap. Lalu aku dientoti dalam posisi seperti dia mengentoti mbak Angel (mungkin). Nafsunya naik dan nafasnya memburu. Setelah gerakan-gerakan entotan yang cukup cepat dia berdiri dan mengangkangiku.

"Buka mulutmu, Jer..."

Dia membuka kondomnya dan mengocok kontol didepan mukaku. Pemandangan yang indah.

Crot crot crot... sebagian besar mani Om Bara masuk ke mulutku. Sengaja tak kutelan tapi kubiarkan. Aku bangun dan menindih Om Bara dan menciumnya. Kami berbagi mani di dalam mulut kami. Sempat kulihat mata Om Bara terbelalak pada awalnya, namun dia tidak berkutik karena kepalanya kupegang erat. Mau tak mau dia menelan maninya juga.

"Jer, nakal kamu" tapi wajahnya tersenyum bukan marah.

Biar jadi kenangan kita Om... pikirku.

Kami mengakhiri ML sore itu dengan mandi bersama di bawah shower. Sempat berpelukan, tapi kami saling memandikan dengan rasa sayang satu terhadap yang lain.

Setelah mandi pun kami saling berpelukan dan berciuman seakan tak ingin saling lepas. Ya, rasanya aku ingin lebih lama lagi seperti masa dahulu... tapi apa aku pantas kalau mengharapkan rumah tangganya tidak tentram terus? Tidak. Kebahagiaan Om Bara dan keluarganya adalah kebahagiaanku juga.

Kami berciuman sekali lagi di pintu kamar. Tak pedulikan resiko kalau ada tamu lain lewat atau room boy. Aku meninggalkannya dengan berat hati. Turun kembali ke lobi.

"Sudah, dik?" tanya satpam Shandy ga pake syarif itu sambil mengerling.

"Iya.. mas..." aku tersenyum.

Ah, apa dia kira aku ini gigolo ya?
***

"Kak Jerry kemana saja sih ... lama amat?" putri komplain

Jam belum juga jam 16.00 seperti disepakati dimulainya acara.

"Ketemu Bos lama ..." jawabku singkat sambil membereskan tas.

"Aku dan ibu sudah senewen saja. Mana hari mendung lagi... kakak sudah menghubungi teman kakak kan?"

"Iya sudah"

"Sudah dikonfirmasi dia pasti datang kan?"

Nah itu yang belum kulakukan. Segera kuambil hape dan kupencet nomer Arsyad. Ow ternyata ada dua pesan masuk tadi tapi tidak kudengar.

Pesan 1, Arsyad (0821 xxx xxx xxx), Sore ini jadi kan?

Pesan 2, Arsyad (0821 xxx xxx xxx), Aku dan ibu otw ke rumah kamu.

Segera aku balas pesan Arsyad: Ditunggu segera. Lokasi sudah siap. Sasaran belum nampak. Tolong tetap jaga emosi sebelum waktunya tiba. Terkirim.

"Oke, siap Put... ibu mana?"

"Di kamar"

Segera aku menuju ke kamar mengecek persiapan aktris utama malam ini. Astaga! Ibu pakai berdandan dan sedang mengoleskan lipstik.

"Duh bu... ibu sebenernya suka atau tidak sih didatangi Bapak itu?"

Ibu menghentikan pulasan lipstiknya.

"Tapi sore ini kan bakalan banyak yang lihat. Ada banyak tamu harus tampak rapi sedikit dan tidak pucat dong..."

"Ini bukan mau shooting bu. Kalau ibu begitu... bakalan salah presepsi buat si Bapak dan Ibunya Arsyad. Jangan-jangan justru mereka menyalahkan ibu..."

"Tapi ini kan tidak terlalu tebal atau menor... tipis saja kok. Gak kelihatan kalau ibu berdandan kan Put?" Ibu minta dukungan.

Aku mulai ketularan senewen dan meninggalkan mereka berdua di kamar.
***

Arsyad menerima telepon dari Jerry...

"Ini mau ke warung dekat rumah... kami mau minum kopi dahulu dan makan bakso" jawab Arsyad.

Ibu Arsyad memesan bakso sementara Arsyad bertelepon menerima instruksi lebih lanjut dari Jerry. Tak lama bakso pun datang bersama dua cangkir kopi hitam. Arsyad mengamati rumah sasaran dan tampak sepi tanpa ada kegiatan. Sore itu agak mendung tetapi sepertinya baru malam nanti turun hujan, tapi entah juga karena cuaca belakangan tidak mudah diprediksi.

Arsyad gelisah sesekali melirik ke rumah Jerry.

"Kau yakin Syad ayahmu sering lewat sini?"

"Aku dah pastikan beberapa kali kok..."

"Seperti apa keadaannya sekarang?"

"Hmmm sudah tua... jelek" jawab Arsyad kurang ajar.

"Syad... bagaimanapun dia itu ayah kandung kamu. Beda sama si anak Neti itu... ayahnya tidak jelas siapa... Paling tidak kamu jelas siapa ayah kandungnya."

Ibu Arsyad mulai mengaduk-aduk bakso yang sudah ditambahi kecap, saos, dan sambal dua sendok. Yah, komentar tentang Jerry selalu sepedas itu.

"Bang, bawang gorengnya lagi dong.." Ibu Arsyad minta ke tukang bakso.

Arsyad menengok jalan dari ujung ke ujung dengan setengah berdiri.

"Biasa jam segini loh bu..." Arsyad berkata tak sabar seperti orang yang antre WC.

Ibu Arsyad mulai menikmati bakso itu.

"Apa menurutmu dia masih sering berhubungan dengan si Neti, Syad? .... Apalagi kudengar si Neti sekarang sudah jadi janda." nada ucapannya lebih menghina dari kata-katanya.

"Bu... sudahlah... Ibu mau menjelekkan Bu Neti terus sampai kapan? Semua karena laki-laki tak bertanggung jawab itu... kok Bu Neti terus yang jadi kambing hitam"

"Kamu ini memang keras kepala Syad. Ayahmu tu lelaki normal. Namanya lelaki normal ya tidak tahan kalau digoda wanita, kecuali dia itu homo. Jadi kalau digoda terus ya bisa rontok... penggodanya saja yang keterlaluan, sudah punya anak kok masih didekatii terus..."

"Sudahlah... terserah deh!" Arsyad mengangkat tangan. Baksonya sama sekali belum tersentuh.

Tatapan Ibu Arsyad menerawang jauh ke jalan sisi seberang.

"SYAD! Apa itu ya?... bener ya?"

Telunjuk ibu Arsyad menunjuk ke seberang tepat seorang lelaki berbaju putih dengan celana agak coklat berjalan tanpa membawa apa-apa. Rambutnya memutih agak tak terurus dan jarang-jarang.

"Iya Syad... benar..." air mata Ibu Arsyad menetes dia mulai berdiri.

"Ibu.. ibu.. tenang dulu. Kita jangan dekati dahulu"

"Tapi itu dia Syad... ayahmu, nak. Lihat dia sangat tidak terurus dan tua serta tampak lelah..." Ibu Arsyad berkata pelan di tengah sesenggukan.

"Sabar bu... belum waktunya"
***

Ibu Neti, ibu kandung Jerry dan Putri, kaluar menyirami taman seperti yang biasa dilakukannya setiap jam 4 lebih. Taman itu tidak begitu besar tapi karena Bu Neti rajin merawat maka taman itu terlihat hijau dan selalu segar. Bahkan sepanjang musim kemarau beberapa bulan lalu. Pekerjaan  merawat taman biasa memakan waktu 15-30 menit tiap sore tergantung perawatan. Sebetulnya kurang cocok kalau Ibu Neti menyiram taman sedangkan langit sudah semakin mendung. Biasa kalau hujan  begini dia menyiangi beberapa rumput liar yang tumbuh. Namun sesuai skenario Jerry harus begitu. Kalau dia tetap menyiangi dengan berjongkok, maka Ayah Arsyad tidak akan melihat karena terhalang oleh tembok.

"Neti" seru suara pria berbaju putih.

Bu Neti bergeming ditempatnya. Dia melanjutkan untuk menyiram, masih sesuai dengan skenario. Tanpa jawaban juga.

"Sampai kapan kamu menutup pintu hatimu buat aku, Neti?"

Ibu Neti menyiram tanaman lagi.

"Biarkan aku masuk dan menyentuh tangan kamu ya... biar kamu tahu aku sungguh-sungguh..."
***

Sementara melihat pria berbaju putih itu membuka pagar halaman. Ibu Arsyad mendorong lalu menyeret Arsyad supaya mendekat. Seperti yang disepakati saat inilah mereka bisa mendekat karena jebakan sudah nyata kena.

"Bu.. rapikan wajah ibu dahulu... jangan nanti ibu Neti melihat air mata itu. Sementara kubayar dahulu baksonya" kata Arsyad.

Sambil menunggu kembalian, Arsyad menelepon Jerry.

"Boleh ke situ kan?"

Arsyad mengangguk beberapa kali lalu mematikan hape dan menerima kembalian.

"Ayo Syad, cepat...!" Ibu Arsyad tak sabar.
***

"Mas sebaiknya jangan masuk... di situ saja" Ibu Neti menahan hati tidak terpancing emosi.

Suaranya yang bergetar tak bisa dibohongi. Dia demam panggung atau sudah terpancing emosi? Ayah Arsyad nekat mendekat. Jerry yang baru saja mematikan hape menghambur keluar bersama Putri.

"Lihat mas... aku sudah tenang bersama anak-anakku... sudah. Jangan ganggu aku lagi... aku capek mas..." mata bu Neti mulai berkaca-kaca.

"Neti... kita bisa hidup bersama juga dengan mereka"

"Tidak mas... kembalilah ke keluargamu saja... mereka lebih membutuhkan kamu"

Tepat saat itu terdengar suara melengking.

"Netiii... dasar kamu perempuan lonte penggoda laki orang!" baru muncul orangnya yang diikuti oleh Arsyad.

"Sudah! Tak usah pura-pura lagi sekarang. Kamu ketahuan benar-benar seorang perusak rumah tangga dan tukang rebut..."

Ayah Arsyad yang semula diam kini menghampiri mantan istrinya. Sebuah tamparan keras mengagetkan semua orang.

"Sudah. Kamu pulang saja sana! Di antara kita sudah tidak ada urusan. Kamu tidak lagi berhak melarang aku mau jatuh cinta kepada siapa... karena memang tak ada cinta di antara kita dari semula kan?"

Kilat menyambar... bukan cuma di langit tapi juga di hati Arsyad. Meski dia sudah tau tetapi ini adalah penolakan paling gamblang dan jelas selama ini.

Ibu Arsyad merogoh sesuatu di dalam tas tangan yang dibawanya. Pisau. Sebuah pisau dapur stainless steel sempat berkilat terkena pantulan sinar kilat sesasaat.

Seruan memanggil Ibu Arsyad bebarengan dari Ibu Neti, Arsyad, dan Ayah Arsyad dengan model panggilan masing-masing.

"Biar kurusak wajah perempuan lonte ini..." Ibu Arsyad kalap.

Ini di luar skenario. Diperkirakan adalah Ayah Arsyad atau ibu Neti yang kalap.

Jerry beralih melindungi bu Neti. Kejadiannya berlangsung cepat. Dengan menghunus pisau, Ibu Arsyad berlari ke depan disusul Arsyad. Ayah Arsyad berusaha memegang hand bag yang melambai ke belakang. Arsyad menempatkan diri di depan Jerry. Ayah Arsyad berhasil memegang kaki Ibu Arsyad. Keseimbangan ibu Arsyad hilang....

Jleb.

Pisau menancap dalam di paha kiri Arsyad yang mendorong Jerry mundur dengan punggungnya. Lima orang jatuh bersama dalam posisi hampir sejajar seperti habis tarik tambang. Hanya Putri yang masih berdiri bersandar pintu. Lalu masing-masing berusaha bangkit. Ibu Arsyad menendang tangan Ayah Arsyad supaya melepas pegangannya. Darah mulai menetes membasahi rumput segar di taman itu.

Jerry terbangun untuk segera memberi bantuan pada ibunya, saat itu dia segera berlari ke pintu karena Putri melorot dengan mata setengah terbuka. Pingsan. Huh! Wanita memang tak bisa diandalkan. Badannya tertangkap Jerry sebelum jatuh ke tanah.

"Pak.. tolong telfon ambulan!" Jerry berteriak ke orang yang kebetulan diam mulai menonton.

Sambil menggendong putri ke sofa pikirannya bekerja. Dia mencari kain dan mungkin kotak PPPK untuk mengobati Arsyad.
***

Karma ibu Arsyad menumpuk kebencian justru mengenai buah hatinya sendiri. Karma bagi Jerry mendapat perlindungan dari Arsyad karena kebaikan yang ditebarkan selama ini pada sahabatnya itu. Siapa menabur kebaikan akan menuai kebaikan siapa menabur kebencian akan menuai yang jahat.

(bersambung)

2 comments:

Devotio mea said...

akhirnya terbit juga lanjtutannya,
Bgus nih, konfliknya jelas,
Tapi, waktu updatenya lama...
Overall, bgus lah. :D

Robby said...

Thx CoffeBean. Memang terlalu lama karena ada beberapa kendala dan kesibukan... sorry. Coba setiap terbit ada rekening terisi sekian juta, pasti lebih cepat hehehe...