03 December 2010

TUKANG TAMBAL BAN MACHO DAN BIRAHI 1

TUKANG TAMBAL BAN MACHO DAN BIRAHI

MENGINAP DI GUBUG JONO

"Sial! Bocor lagi.... " Aan menendang ban motor depannya.

Aw! Dia meringis dan melepas motornya yang langsung terjun bebas. Gedubrak! Lalu sepi lagi. Ya tentu saja. Jam 00.00 sudah lewat beberapa saat lalu. Bukan karena iba dia mengangkat motornya lalu menuntunnya lagi. Dia masih mengenakan jas almamater warna biru. Tubuhnya mulai berkeringat meskipun udara sedang sejuk. Untung saja tidak hujan seperti beberapa malam sebelumnya.

Di ujung jalan sana seingat Aan ada bengkel kecil yang mungkin mengangani tambal ban. Ada dua pilihan pulang dan tidur tambal besok atau tambal sekarang dan berkurang waktu tidur. Aan memilih alternatif kedua karena besok pagi juga ada janjian. Daripada terlambat lebih baik ditambal sekarang sekalian. Aan dalam hati berharap semoga tukang tambal bannya cekatan.

"Permisiii... ada orang?"

Di gubug itu mungkin ada orang karena masih terlihat kelap-kelip cahaya televisi meskipun tak terdengar suaranya. Aan menduga si pemilik tambal ban belum tidur. Mendengar ada yang memanggil, si tukang tambal ban mematikan suara tv dan keluar dari gubugnya.

"Kenapa, mas?" sewaktu tukang tambal ban keluar sambil membetulkan sarungnya.

"Ini mas ban depan bocor sepertinya... tolong ya mas..."

"Oh ya sebentar ya..." lalu dia masuk lagi dan menyalakan lampu gubugnya.

Kini Aan bisa mengintip ke dalam gubug dari sela-sela jendela yang tidak rapat. Si tukang tambal ban... astaga sedang menonton bokep rupanya. Ah dia pasti horny berat. Pemandangan lain yang mengejutkan adalah dia membuka sarung dan kaosnya. Bertelanjang. Sayang tidak menghadap ke arah Aan mengintip. Tapi badan dan bodinya menggairahkan kekar dan kencang. Lalu si tukang tambal ban mengambil baju yang agak kumal yang di gantung dekat tempat tidur.

Dia mengenakan baju bengkel. Mas tambal ban keluar. Aan segera bersikap biasa, seakan menunggu lama. Tukang itu keluar dari pintu dengan pakaian bengkelnya yang agak kumal sambil membawa kotak kunci ban.

"Depan ya mas?" tanyanya sambil menyalakan lampu neon menerangi tempat kerjanya.

"Iya mas..."

Aan mengamati, ganteng juga tukang tambal ban ini kalau diperhatikan. Ya, dipoles sedikit saja mungkin bisa jadi model. Perawakannya tinggi dan matanya tajam serta alisnya tebal. Sebentar saja dia bekerja sudah ditemukan kebocoran itu.

"Kena paku ini..." ditunjukkan paku yang masih menembus ban luar.

Paku berkarat itu dicabut dengan menggunakan tang catut. Lalu diletakkan di tanganku yang  menengadah.

"Bisa ditambal, mas?" Aan berharap supaya biaya yang dikeluarkannya tidak terlalu besar.

Setelah memeriksa sebentar, tukang tambal ban itu menunjukkan satu sobekan dekat pentil. Cukup besar.

"Harus ganti..."

"Aduh. Tapi saya tidak bawa uang.."

'Dasar mahasiswa kere..' mungkin begitu pikir tukang tambal ban cakep ini. Tapi Aan berpikir lain. Dia berharap bisa mengulur waktu dan berkenalan dengan tukang tambal ban cakep dan kesepian ini.. Kulitnya bersih (kan malam dan tidak terkena oli) warnanya kulitnya bukan hitam tapi kekuningan karena matahari, kuning sehat lah.. bukan penyakit.

"Ban punya mas sudah pasti tidak bisa ditambal... emang tinggalnya mana mas?"

"Jauh mas... duh mana sudah malam lagi..."

"Iya kalau sudah malam begini ya tidak ada toko yang buka..."

"Bukan itu mas. Pasti saya sudah tidak dapat pintu..." kata Aan sambil mengecek jam tangan.

"Jadi bagaimana, mas?" tanya tukang tambal ban sambil menjengitkan alis tebalnya.

Uuuhhh mukanya jadi tambah cakep aja.

"Boleh saya numpang tidur di sini saja, mas?"

"Duh bukannya saya nggak boleh. Tapi tempat saya kan cuma...."

"Gak apa-apa mas. Sudah biasa kok..." kata Aan yang tak ingin dengar penolakan.

"Hmm, Ya sudah tidurlah di dalam saja biar saya tidur di sini sambil jagain motor mas"


Waduh baik banget tukang tambal ban itu. Tapi memang begitulah kalau orang tulus menolong.


"Yaaa, saya yang jadi ga enak kalau begitu. Kan mas jadi terusir. Oh ya, nama saya Aan. Mas siapa"

"Jono" kata si tukang tambal ban mengulurkan tangan.

"Begini saja mas, tu ban depan tidak usah dipasang lagi saja... ga ada yang mau ambil  motor tanpa ban. Repot kan..."

Jono tersenyum dengan kecerdikan Aan. Dia lalu mulai membereskan segala peralatannya dan membawa ban depan motor Aan masuk. Dia keluar sambil membawa rantai dan gembok untuk menggembok motor Aan ke salah satu tiang gubug itu. Lalu Jono mencuci tangan dan kencing di sebelah rumah. Aan hanya bengong menunggu sambil berpikir si Jono ini mirip artis siapa yang pernah dilihat.

"Ayo mas silahkan masuk, maaf cuma gubug..." ajak Jono.

"Mas umur berapa sih? kayaknya tuaan mas dari aku deh..."

"28 mas... bujang tua aku ini. Mau minum?"

Sikapnya masih sungkan. Mungkin Aan adalah tamu pertama yang menginap di gubug Jono.

"Kenapa belum menikah?" tanya Aan agak lancang.

"Hahaha... mana ada yang mau mas. Orang miskin. Kerja cuma nambal ban. Tinggal di gubug. kalau punya anak mau diberi makan batu apa?"

Ya, kalau dilihat tampang sih sepertinya memang sudah 30an. Tapi masih tampan kok. Jono juga bercerita kalau banyak teman sebayanya yang punya anak masuk SD bahkan ada yang sudah SMP. Jono berasal dari kampung dan ikut kenalan sekampung merantau ke Jakarta setamat SMP. Berbagai pekerjaan sudah dijalaninya. Kuli angkut di pasar, penjaga toko beras, cleaning servis kantoran yang akhirnya diberhentikan karena perusahaan outsourcingnya curang, dan ikut saudara dari teman di cs yang buka bengkel. Hingga sekarang buka bengkel sendiri sudah hampir setahun. Sambil bercerita Jono membereskan tempat tidurnya sehingga bisa ditiduri berdua.

"Yaa alhamdulillah mas, sudah mulai bisa ngirim sedikit ke kampung"

Jono merendah sewaktu ditanya sudah berapa banyak yang didapat.

"Mas gak kesepian jauh dari keluarga, gak punya istri lagi..." pancing Aan.

"Sudah malam mas. Tidur saja yuk! Lampu saya matikan ya..."

Sinar temaram lampu jalan masih menembus ke dalam gubug Jono. Aan agak terhenyak sewaktu Jono membuka baju dan celana panjangnya. Tubuh Jono cukup berotot dengan perut yang six pack. Wow, enak dipeluk pria berotot begitu. Jono menggantinya dengan hanya menggunakan celana dalam dan sarungnya. Aan pun membuka jaket almamater yang akan difungsikan sebagai selimut. Lalu dia memejamkan matanya.

Namun entah mengapa matanya tak mau terpejam. Sementara Jono yang bertelanjang dada sekarang berbantalkan telapak tangannya. Aan memicingkan matanya sedikit dan terlihat kalau Jono juga belum tertidur.

"Katanya mau tidur?" ujar Aan pelan.

"Jadi kangen sama yang di kampung, mas..." ujarnya lirih.

"Kangen pacar ya..."

Jono menengok ke Aan tersenyum mengiyakan.

"Pernah ngewe sama pacarnya?" sekali lagi Aan begitu to the point dan lancang.

Jono terdiam seperti tak mendengar. Mendengar pun bingung mau menjawab pertanyaan tabu.

"Pernah, mas?" Aan mengulanginya.

"Ah, apaan sih mas ini.. "

Jono membalikkan tubuhnya membelakangi Aan. Dia membetulkan sarungnya. Ah sebetulnya burungnya. Rupanya Jono ingat waktu ngewe terakhir.. dia jadi agak terangsang. Tiba-tiba telapak tangan Aan mengagetkan karena langsung menuju ke kontolnya.

"Nah ya... ada yang lagi tegang neh...." ujar Aan meledek sambil meremas-remas kontol Jono.

"Aduh jangan ah mas..." ujar Jono menepis lengan Aan.

Namun Aan mempertahankan remasannya dengan kuat di sana. Lama-kelamaan tepisan itu berkurang kekuatannya. Bahkan kini Jono membiarkannya. Kontol Jono menegang karena rangsangan itu. Aan tambah berani. Setelah menikmati kontol Jono dari luar sarung, kini tangannya menyelusup ke dalam sarung Jono.

Sekali lagi tangan Jono menangkap tangan Aan supaya tidak menyentuh kontolnya secara langsung. Kali ini sangat kuat. Aan sampai harus terbangun supaya bisa membebaskan lengan dari cengkeraman tangan Jono yang kuat dan berotot. Akhirnya bebas juga.

Jono terduduk di pinggir tempat tidur. Dia mengambil rokok dan menyalakannya lagi.

"Mas ini homo, ya mas?"

Sebuah pertanyaan yang menusuk langsung dan berpotensi membuat hubungan jadi berjarak. Aan memutar pikirannya dan harus mencari jawaban yang tepat supaya nanti masih bisa menikmati kontol Jono yang sekarang membuat dia sangat penasaran.

"Aku ini seperti mas"

"Lah aku bukan homo loh mas..." tukas Jono cepat.

"Mas ini orang baik. Suka menolong orang lain yang sedang membutuhkan bantuan. Iya kan mas?"

Jono mengepulkan asap rokoknya ke udara. Dia tampak berpikir mencerna kata-kata mahasiswa yang dia anggap sangat berpendidikan. Aan melanjutkan tanpa menunggu jawaban.

"Kita sesama manusia memang sebaiknya saling tolong menolong. Satu orang membutuhkan sedang yang lain membantu kalau bisa. Kalau ada teman yang butuh bantuan dan kita tidak menolong, menurut mas itu orang baik atau jahat?"

Jono mengepulkan asapnya lebih cepat.

"Ma maafkan saya mas... saya kira..." Jono ragu.

Aan merasa lega karena rahasianya tidak jadi terbongkar.

"Sebetulnya terkadang saya bingung sama diri saya sendiri" kali ini Jono membentuk asapnya jadi lingkaran-lingkaran putih yang mengambang dalam cahaya temaram naik ke genteng.

Aan baru memperhatikan kalau ruangan ini benar-benar gubug bukan rumah.

Setelah terdiam agak lama Jono melanjutkan.

"Pacar saya yang di kampung itu keponakan saya sendiri.. dia laki-laki mas.."

HAAHHH!!! Ternyata Jono yang macho ini gay juga. Hatinya melonjak, juga nafsunya.

"Kalau saya sih tetap anggap dia keponakan saja, Mas. Dia yang menganggap saya begitu. Kenapa sih mas ada laki-laki suka laki-laki?"

Kini ganti Aan banyak diam mencerna arah dan maksud cerita Jono.

"Coba, Mas ceritakan pelan-pelan kenapa ponakan laki-laki mas menganggap Pak liknya sendiri adalah pacarnya..." Aan memancing.

Jono menusuk-nusukkan ujung rokok yang berapi ke asbak yang terbuat dari kaleng oli dipotong. Di dalamnya banyak terdapat puntung rokok bekas. Setelah membuang puntung yang sudah mati tangan Jono bergerak ke arah bungkus rokok. Namun Aan segera memegang lengannya.

"Mas coba cerita sambil lihat saya... jangan sambil merokok" Aan memegang kedua tangan Jono.

Kini Jono bersila di hadapan Aan.

"Ndak enak sebetulnya cerita beginian, Mas. Apa kita ti..."

"Cerita saja, Mas. Anggap saya ini kawan dekat Mas Jono. Semoga memang begitu"

Jono tersenyum manis menatap Aan. Di kota besar begini ternyata tidak semua mahasiswa arogan. Ada juga mahasiswa yang mau bergaul dengan orang lemah dan miskin. Tapi tetap Jono belum bisa percaya sepenuhnya.

"Saya janji akan rahasiakan semua ini, Mas. Cuma Mas dan saya yang tahu. Mas sudah membantu saya malam ini. Saya pun wajib membantu mas selama saya bisa. Saya telah menyediakan diri untuk mendengarkan mas..."

Jono menjadi pusing kalau Aan mulai berkata-kata dalam kalimat panjang.

"Baiklah. Janji ini rahasia ya mas..."

"Iya janji"

"Tapi lepaskan tangan saya dulu... ndak enak kalau begini. Lalu biar saya merokok. Kalau merokok ceritanya bisa lebih lancar mas..."

Aan akhirnya mengalah untuk yang ini. Jono mengambil sebatang rokok lagi dan mulai menyalakan ujungnya. Aan harus menunggu dengan sabar. Waktu sudah menunjukkan hampir jam 1 malam di jam tangannya. Perutnya mulai terasa lapar lagi. Namun tidak mungkin meminta makanan bahkan sekedar mi instan. Mungkin mi instan adalah termasuk makanan yang lumayan buat Jono. Akhirnya Aan hanya berharap lapar ini segera berlalu.

Jono melangkah menuju tas yang tergantung di seberang tempat tidur. Dia mengambil amplop putih dari sana lalu mengulurkannya pada Aan. Itu surat cinta dari ponakannya. Keponakan laki-laki anak kakak sepupunya. Aan menyalakan lampu di hapenya untuk memberikan sekedar penerangan. Dia ingin tahu isinya.

"Umur berapa dia mas?"

"Seumuran Mas lah... dua puluhan"

"Lah saya sudah dua puluh empat. Dah hampir lulus"

"O"

Aan mendongak sedikit.

"Jadi awalnya bagaimana?"

Di luar terdengar bambu dipukul. Sateee....!! Ah kebetulan sekali nih...

"Sebentar mas..." belum juga Jono membuka mulut bercerita.

Aan melesat keluar dan mendekati tukang sate.

"Sate kambing mas... tapi tinggal jeroan dagingnya habis"

"Lontong?"

"Lontong juga habis"

"Ya sudah, dibuat dua porsi ya..."

Biasa sate keliling adalah sate ayam. Aan baru kali ini menemukan ada tukang sate kambing yang keliling. Menguntungkan kalau nanti Jono mau ML dengannya, pikiran Aan mulai ngeres. Setelah menyelesaikan transaksinya, Aan masuk kembali ke dalam gubug Jono. Lampu sudah dinyalakan kembali dan Jono sedang membaca surat dari ponakan yang menganggap dia adalah pacarnya.

"Nih mas... " Aan menyodorkan satu bungkus sate.

"Aduh.. harusnya saya tuan rumah yang menyediakan makan..." Jono merasa malu.

"Ah, sudahlah mas. Anggap saja bayaran saya boleh menginap di sini malam ini"

Mereka berdua menyantap makan larut malam atau lebih tepat makan dini hari. Cepat mereka memakan dalam diam. Ternyata yang disebut jeroan oleh tukang sate adalah hati kambing dan penis kambing yang biasa dicari orang untuk meningkatkan tekanan darah. Efek sampingnya adalah libido yang meningkat.

"Duh makan ginian bisa ngaceng terus sampai pagi..." seloroh Jono tiba-tiba.

Aan hanya tersenyum. 'Ya itu yang ditunggu' ujar Aan dalam hati.

"Jadi bagaimana mas ceritanya?"

Lalu Jono mulai mengambil rokok, menyalakannya dan bercerita. Tapi ceritanya tidak terlalu penting dalam kisah ini jadi kuceritakan lain waktu saja.

"Sudah ya... tidur" Jono meminta karena jam dindingnya sudah menunjukkan pukul dua lewat.

Lalu mereka berbaring bersebalahan. Hening.

"Mas tadi nonton bokep ya..?" Aan tiba-tiba memecahkan keheningan.

Tiba-tiba Jono berbalik tidur menghadap Aan.

"Mas ini dari tadi mengarahkan ke situ terus. Mau apa?" Jono menantang.

Aan merasa menang mobil dari hadiah undian di Bank.

"Kalau iya. Bagaimana mas?" ujar Aan.

Jono tiba-tiba meraih ke pertemuan selakangan Aan.

"Hmm gede juga kontolmu, mas.." Jono memegang-megang kontol Aan.

Aan tak mau kalah dia segera menerobos sarung Jono. Kontol Jono sudah tegang dan keluar dari karet CDnya. Besar, berdenyut, keras dan hangat. Aan dan Jono saling meremas kontol. Aan memandang wajah Jono dalam keremangan karena lampu sudah dimatikan lagi. Jono terlihat tersenyum. Ada bulu jambang kumis dan janggut yang kasar di seputar wajahnya. Tak jelek-jelek amat untuk seorang tukang tambal ban. Apalagi kalau tersenyum.

Wajah mereka begitu dekat. Semakin dekat dan melekat hidung dengan hidung. Bibir dengan bibir. Udara hembusan nafas semakin mengeras. Sementara tangan mereka masih saling meremas kontol. Lalu mengocoknya.

"Mas..."bisik Aan.

"Yaa..." Jono menjawab sangat dekat dengan mulut Aan.

Kening Aan melekat dengan kening Jono.

"Ssshh enak mas..." ujar Aan sambil berbisik.

"Iyaaahh..."

Bibir mereka saling menempel kaku. Ragu untuk saling melumat.

Kocokan Jono jadi tambah cepat dan kasar. Aan merasa kurang nyaman. Mungkin memang kocokan kasar seperti itu yang Jono biasa lakukan terhadap kontolnya. Entahlah! Aan menahan gerak tangan Jono. Aan bangun dan berlutut di depan perut Jono.

Sarung Jono disingkirkan dan celana dalamnya diturunkan. Kontol Jono berdiri sembilan puluh derajat terhadap tubuhnya meskipun dia sedang tiduran. Aan menggenggamnya lalu mencium di lubangnya. Tangan kirinya mengocok kontol Jono.

Jono melenguh keenakan ketika Aan mencium kontol yang sedikit bau kencing itu. Air mazi Jono menempel di bibir bawah Aan dan membuat benang seperti jaring laba-laba yang sedang dibuat sebelum putus. Lalu Aan mendekatkan kepalanya lagi lalu mengulum kepala kontol Jono sambil tetap mengocok batang kontol Jono yang besar.

Jono menengok ke bawah ke kontolnya. Dia merasa ingin tahu apa yang Aan lakukan sehingga ia diserang rasa nikmat. Kontolnya masuk ke mulut Aan hampir seluruhnya. Aan mengisapnya. Rasanya merangsang setiap mili syaraf yang ada di sana. Membuat Jono ngaceng sengacengnya.

"Aaahhhh... ssshh mmm...." Jono mengeluarkan suara sexy yang membuat Aan bersemangat untuk mengulum dan melumatnya.

Bau pesing yang tadi ada segera hilang. Rasa asin yang terkandung dalam air mazi juga sudah tidak ada. Sekarang kontol Jono hanya dilumuri ludah Aan yang membuatnya licin. Jono merasa tidak sabar, dia geregetan dilumat begitu. Hampir tidak sadar dia menggerrakkan pinggulnya untuk mendapatkan irama yang tepat dengan kenikmatan maksimal seperti yang dia inginkan.

Aan membiarkan mulutnya disanggamai kontol Jono semakin cepat. Aan mengetatkan bibirnya supaya batang kontol Aan mendapatkan kenikmatan terbaik.

"Maaahhhhsssshhh... aaaah" Jono menggerakkan kontolnya keluar masuk secepat yang dia bisa.

Dia merasa hampir sampai pada puncaknya. Jono berusaha mengeluarkan kontolnya dari mulut Aan karena dia sudah hampir mengeluarkan maninya. Namun Aan tetap menahannya sehingga mau tidak  mau Jono memuntahkan maninya dalam mulut Aan.

Crot.. crot .. crot...  langsung tanpa sungkan Aan menelannya.

Jono tergeletak dengan nafas tak beraturan setelah berkelojotan dan memuntahkan semua maninya. Namun walau begitu kontolnya tetap saja tidak melemas. Masih berdiri pada sudut sembilan puluh derajat. Bahkan setelah nafasnya teratur kontolnya tetap tidak mengecil. Perkasa juga si tukang tambal ban ini.

"Enak, mas?" tanya Aan sambil menempelkan hidungnya dengan lembut di pipi Jono.

Jono menutupi kontolnya dengan sarung lagi seakan malu. Sementara Aan masih belum terpuaskan.

"Mas kocokin aku dong!" pinta Aan.

Jono duduk dan mulai mengocok kontol Aan dengan agak malas.

"Isepin dong mas.."

Jono menggelengkan kepala dan tetap mengocok kontol Aan dengan gerakan yang teratur.

"Ayo mas, aku mau neh..." Aan memohon lagi.

"Gak ah mas... ga bisa"

Aan sebenarnya kesal. Tapi mau apa lagi. Akhirnya dia hanya menikmati kocokan tangan kasar tukang ban yang ganteng ini. Tangan Aan menarik satu tangan Jono yang menganggur agar memainkan putingnya. Sebenarnya Aan ingin agar dihisap tapi sepertinya Jono sudah mengantuk sekali. Mungkin karena seharian dia bekerja keras.

"Oaahhhh...ssshhh...." Aan menikmati orgasmenya.

Jono mengambil salah satu handuknya untuk mengelap air mani  yang meleleh di dada Aan sendiri. Jono membantu mengelapnya hingga bersih. Kemudian mereka tidur bersebelahan setelah mengenakan bajunya lagi.

Jono tidur dengan nyenyak setelah itu. Berbeda dengan Aan yang berkali-kali bangun lalu mencoba menggoda Jono. Aan terkadang menyentuh hingga meremas kontol Jono. Namun tidak berani lebih dari itu karena Jono selalu menepis dan tambah lama tambah kasar. Jono merasa terganggu.

Sebelum matahari terbit motor Aan sudah diperbaiki. Aan dibangunkan setelah jalanan cukup terang. Setelah merapikan pakaian dan mengenakan jas birunya.  Aan mengecek motornya yang kini sudah bisa dikendarai lagi.

"Tapi uangnya nanti ya, mas" ujar Aan

"Gampang lah, mas"

Begitulah orang sederhana mudah percaya. Kalau ditipu paling mereka akan menganggap kalau itu belum rejeki. Kesederhanaan, kepolosan, dan kepercayaan tinggi adalah 3 faktor yang terkikis dari budaya kita.

Aan menyalakan motornya meninggalkan gubug Jono.



2 comments:

Anonymous said...

i like it...
Hmmm coba ditambah satu scene crt lg, pas si aan pesen sate...rayulah tukang sate buat ngobrol bertiga dan menjurus ke sex....n finally, of course ...threesome terjadi....hehheeh tambah greget rob... Xixiixixixi....

-d-

Anonymous said...

mana neh session II nya rob...lama amat euy....:p

-d-