06 July 2010

PERAWAT DHIKA

PERAWAT GANTENG INGIN COBA YANG LAIN

Namanya Dhika pekerjaannya adalah perawat di sebuah rumah sakit. Umur 26 dan masih single. Perawakannya kekar dan sanggup membopong pasien dengan berat di atas 70kg. Tingginya 178cm dan beratnya 70kg. Dia juga rajin fitnes supaya tetap fit dan bisa menolong sesama. Dia adalah favorit suster-suster jaga.

Sudah semenjak masa pendidikan keperawatan Dhika jadi rebutan. Tampangnya yang ganteng dan perangainya yang lembut dan sopan namun sekaligus kuat dan tegas. Kalau di militer pantas jadi komandan. Kalau di entertainment pasti karirnya sudah melejit seperti Choky. Kalau di politik mungkin para wanita langsung contreng tanpa peduli dia dari partai mana.

Semasa pendidikan keperawatan, meskipun tidak punya pacar namun teman tidurnya berganti-ganti. Bukan dia yang merayu. Namun para wanita mengajukan diri untuk tidur bersamanya. Dhika tidak pernah menjanjikan apapun dan dia juga tidak ingin suatu kali ada wanita yang menuntutnya untuk mengawini.

Maka walaupun sering ML namun cewek-cewek itu sadar akan resikonya. Mereka membentengi  diri dengan berbagai alat kontrasepsi sendiri. Entah berapa perawan yang sudah ditembus kontol Dhika yang panjang dan besar itu.

Dhika tidak sombong dan tidak pernah menceritakan semuanya. Karena sesungguhnya di hati yang terdalam dia mendamba seseorang yang benar mengerti dia. Wanita baginya adalah sex dan sex. Semua baik padanya karena ujungnya hanya inginkan tubuhnya saja.

Hingga suatu saat dia bertemu dengan dokter Joko. Umurnya sudah lebih dari 35 tahun dan  berkeluarga. Anaknya ada 3 yang terkecil masih bayi, lahir juga di rumah sakit tempat Dhika bekerja. Dhika banyak membantu dr. Joko waktu persalinan istrinya. Semenjak itu hubungan  Dhika dan dr. Joko semakin akrab. dr. Joko melihat ketulusan Dhika dalam melayani pasien-pasien lebih dari perawat lain. Entah kenapa Dhika pun suka dekat dengan sosok dokter Joko.

Hingga suatu saat dr.Joko mengundang Dhika ke ruangan pribadinya.

Klik. dr. Joko mengunci pintu setelah Dhika masuk.

"Duduklah.."

Dhika duduk di sofa merah maroon yang ditunjuk pak dokter. Dhika sama sekali tidak mengerti undangan dr.Joko pada dirinya.

"Kamu kerja sudah berapa lama?"

"Hampir dua tahun, dok"

Lalu dokter Joko memandang Dhika dengan pandangan aneh. Gaydar Dhika pun menangkap sinyal itu. Tapi dia masih tidak yakin karena dokter Joko tidak dikenal sebagai gay di lingkungan kerjanya.

"Kamu sudah punya pacar?"

"Hmm, maaf dok.. saya harus kembali ke pekerjaan lagi.."

Dhika berdiri. Dia merasa tidak nyaman lagi. Dia tidak mau berprasangka tidak-tidak dengan dr.Joko yang sudah mulai ia sukai. Dhika berjalan ke arah pintu. dr. Joko menyusul namun  entah kenapa tiba-tiba ia tersandung sesuatu. Tepat saat itu Dhika menengok ke belakang. Jatuhlah keduanya, dr.Joko menindih Dhika.

Reflek Dhika memeluk pinggang dr.Joko. Pipi mereka bersentuhan. Sebetulnya tidak ada yang sakit. Tapi entah mengapa mereka diam dalam pelukan seperti itu. dr.Joko menggeser pipinya hingga bibirnya bertemu dengan bibir Dhika. Mereka berciuman. Entah siapa yang memulai mereka saling melumat.

"DHIKA!!" teriak dr. Joko di sebelah tubuh dan mengguncang pipinya.

Bayangan kabur semakin jelas. dr. Joko memapah tangan disampingnya dan mendudukan di sofa. Kepalanya terasa berat. Rupanya baru saja Dhika pingsan.

"Kamu punya darah rendah Dhika?" tanya dokter Joko yang langsung memeriksa denyut nadi dan tekanan darah.

Tangan dr. Joko terasa hangat menggenggam lengannya.

"Saya pingsan ya, Dok?"

"Kamu kurang istirahat rupanya..."

Dua hari Dhika mendapat ijin sakit. Tapi aneh yang dirasa hanya kangen dengan dr. Joko. Sebelumnya dia pernah merasakan kangen seperti ini waktu Ayahnya meninggal saat dia umur 7 tahun. Itu saja. Jiwanya terasa hampa...

Tok tok tok... ada yang mengetuk kamarnya.

"Dik... dikaaa..."

Iyaaa... Dhika menyahut dan membukakan kamar kosnya. Ahai! dr.Joko rupanya yang menengok.

"Bagaimana Dhik? sembuh? .. mmm boleh masuk?" tanya dr.Joko

Dhika banyak bengong tak menyangka dr.Joko mau menjenguk ke kosnya. Orang yang dia rindu yang dia nanti selama ini ada di depannya. Pikirannya jadi blank tak tahu yang harus dikerjakan sehingga ia hanya ikut yang dikatakan dr.Joko.

"Coba buka bajumu, Dhik!" kata dr.Joko sambil memasang stetoskop di telinganya.

Tanpa kesadaran penuh dia membuka bajunya. Matanya mulai memandang dr. Joko dan berkaca-kaca. dr.Joko pun mengeluarkan tensi meter dan mulai memasang ban di lengan kekar Dhika. Dia mulai memompa dan mendengarkan detak jantung yang pasti berdetak sangat kencang kala itu.

dr.Joko mendongak dan memperhatikan mata Dhika yang berkaca-kaca..

"kok nangis, Dhik?" tiba-tiba saja tangan Dhika menyentuh tangan kanan dr.Joko yang sedang memompa tensi meter.

Dhika meringis.

"Ahhh sori sori... " kata dokter

pssssss.... terdengar suara udara yang keluar dari tensimeter.

Lalu dokter Joko menyentuh kening Dhika. Turun setengah membelai ke pipi Dhika. Bulu jambang Dhika mulai tumbuh karena dua hari tidak bercukur. Dalam hati Dhika berharap tangan itu tetap tinggal mengusap di sana.

"Bagus semua... tetap bedrest ya..." ujar dr.Joko sambil berkemas.

"Dddok...saya mau minta sesuatu.... boleh?" ujar Dhika perlahan dan hati-hati.

"Mau pinjam uang atau ingin makan sesuatu?" tebak dr.Joko.

"Bukan. Mmmm saya sedang kangen seseorang..."

"lalu...?"

"Mmm saya mau pinjam bahu dokter untuk saya peluk... boleh?"

Dokter Joko memandang Dhika. Lalu dibuka tangannya. Dhika memeluk dr.Joko, tangisnya bertambah-tambah. Berkali kali diusap matanya dengan kaus yang belum dipakai. Tak ingin dia menodai air mata kesedihan pada baju praktek dokter yang bersih dan putih. Dr.Joko memeluk erat punggung Dhika, hangat dan membiarkan kesedihan Dhika berlalu. Dokter Joko tetap memeluk dan membiarkan tangis Dhika mereda.

Hari pertama Dhika masuk langsung dipanggil oleh dokter Joko ke ruangan.

"Sehat Dhik?" tanya dokter sesudah Dhika duduk.

"Aku mau memeriksamu lagi sebelum kita bicara"

Dhika segera membuka bajunya dan tiduran di ranjang pasien tempat praktek dokter Joko. Entah apa sebabnya Dhika merasa horni. Saat itu dokter Joko mendekat dan mulai menempelkan stetoskop di dadanya. Dokter pasti mengerti benar kalau debarannya lebih kencang dan mukanya agak memerah.

Dokter Joko melirik ke bawah dan memang ada yang menonjol di celana Dhika. Dokter melepas stetoskop dan menempelkan kupingnya ke dada Dhika yang bidang dan tebal. Dhika jadi tambah tidak karuan. Mau menyudahi tapi ingin pasrah. Sungkan tapi enak rasanya.

Tangan dokter yang dingin memegang perut Dhika yang kotak-kotak dan menelusur ke bawah. Dhika sangat menikmati sensasinya. Dia bahkan berharap lebih dari ini. Dengusan nafas dokter Joko sangat terasa di uluhatinya. Dengusannya bukan biasa tapi nafsu. Tapi dokter joko juga menahan, takut Dhika tidak menyukainya.

Rabaan tangannya berhenti lama di atas gasper. Ragu. Bagaimana kalau Dhika tidak suka dan ini akan meruntuhkan profesionalitasnya. Mungkin juga rumah tangga bahagianya. Tapi sejauh ini Dhika hanya diam saja. Diangkat kepalanya lalu dipandangnya Dhika dalam jarak sangat dekat, terlalu dekat untuk seorang dokter memeriksa pasiennya.

Pandangan mereka bertemu dan lama. Seinchi demi seinchi wajah Dokter mendekat ke wajah Dhika. Mata Dhika terpejam menikmati sensasi hangat bibir dokter yang menempel di bibirnya. Segera segalanya berlangsung lebih cepat seperti pengemudi yang mengganti kecepatan dari gigi 2 ke gigi 4.

Suasana mencair dan dr.Joko meraih gundukan yang sedari tadi ingin diraihnya.

"aahhh mmmm" Dhika melenguh dalam ciuman dalam dengan orang yang didambanya.

Tangan Dhika pun tak  mau diam bergerilya meremas-remas dada dokter. Membuka kancing kemeja dokter Joko dan membuang semua ke lantai. Dokter Joko punya dada bidang dan berbulu agak lebat. Dalam sekejap juga Dhika sudah ditindih dokter Joko.

Senyum ciuman, senyum lagi, ciuman lagi. Ada kebahagiaan terpancar dari keduanya seakan stoples yang bertemu tutup yang selama ini hilang.

"Dhik, kamu tau kalau aku ingin begini semenjak kamu masuk RS ini? Namun semua kutahan, aku takut kalau kamu tak suka" ujar dr.Joko sambil menggesekkan penisnya ke penis Dhika.

Dhika tersenyum lebar. Dia juga suka tapi tak menyangka kalau dokter Joko lebih dahulu suka dia. Bahkan sebelum dia dekat dengan dokter Joko.

"Dok, boleh aku isap punya dokter?"

Dokter Joko memposisikan tiduran sedang Dhika berdiri di samping meja pasien. Kontol dokter Joko diisap dan dikocoknya.

"Ooohahhh.... enak Dhik... yessshhh...."

Tak perlu waktu lama dan crot. Mani dokter Joko muncrat di mulut dan sebagian di perutnya sendiri.

Tok tok tok...

Rupanya suster dokter Joko mengetuk. Segera mereka berkemas merapikan baju-baju mereka yang berceceran dan berserakan.

"Dhik.. kapan punya waktu kita jalan-jalan di luar ya..."

Dokter Joko merangkul bahu Dhika dan mengantarnya ke pintu.

Bahagia menghiasi hati Dhika meskipun dia belum terpuaskan. Pengalaman ini begitu sensasional baginya. Berharap acara jalan-jalan keluar segera terjadi.


No comments: