22 February 2007

Kisah TEJO dan PARNO bag 2

(Diceritakan oleh Ripin, Si Tukang Kebun)

Seharian setelah acara gesek-gesekan kontol mereka bekarja seperti biasa. Aku sendiri merasa agak lemas. Dua kali muncrat semalaman. Untung saja Yu Jamu datang pagi itu. Langsung saja aku minta jamu kuat lelaki dan kuku bima.

"Walahhh mas Ripin ini, semalam sama sapa hayoo..." ledek Yu Jamu tersenyum simpul
Ripin hanya tersenyum. Alisnya dijengitkan menggoda Yu Jamu.
"Berapa kali mas?" tanya Yu Jamu malu setengah berbisik tapi ingin tahu.
"Situ mau memangnya?" tanya Ripin langsung tembak saja. Ripin menenggak jamu sekali sampai habis tandas.
"Berapa Yu?" tanya Ripin lagi.
"Oalahh mas.. mass.. kalau sama mas Ripin ndak perlu bayar kok. Lha wong Yu Misem penjual jajan sama Yu Darmi tukang sayur juga suka lo.." kata Yu Jamu nyerocos.
"Mmm maksud saya jamunya!" tegas Ripin.
"Oalahh itu tho, biasa mas 2.000 perak saja." Yu jamu tersipu.
"Lha terus yang ndak perlu bayar tadi apa Yu?" tanya Ripin meledek.
"Sudah ah mas.. makasih ya. Eh, kalau memang suka nanti kapan-kapan mas Ripin jemput saya buat nginep di sini." jawab Yu Jamu membuat undangan genit.

***
Sampai sore hari Tejo dan Parno masih bekerja seperti biasa. Mengganti pot, menambah pupuk, menyiangi rumput, dan menanam beberapa benih baru. Semua dilakukan dengan semangat. Sesekali kupergoki mereka sedang mengobrol dengan setengah berbisik. Seperti menyimpan rahasia terhadapku. Mungkin malam ini mereka punya rencana.
Sore ini tidak hujan maka tugas mereka bertambah tugas menyiram untuk tanaman-tanaman yang tidak tahan kekeringan. Mereka menyelesaikan dengan cepat. Segera mereka membenahi segala peralatan kerja dan mereka berdua mengambil handuk menuju ke sumur.
Sebelum mandi Tejo dan Parno mengangkat barbel yang dibuat dari semen. Mereka bertelanjang dada. Aku tidak tahan untuk tidak mengamati mereka. Setelah membuat kopi, aku naik ke kamar atas untuk mengamati kegiatan di sumur dengan lebih jelas.
Kunyalakan rokok dan kusesap kenikmatan kopi panas. Rasanya kelelahan sehari disiram tenaga dari dua elemen ini. Kutarik kursi santai ke dekat jendela. Jantungku berdegub karena hendak menyaksikan adegan-adegan seru yang mungkin terjadi di acara mandi sore ini. Sebetulnya hatiku gundah dengan kelakuan mereka tapi yang lebih meresahkan aku suka.
Parno menyusul Tejo yang sedang menimba air di sumur. Ditutupnya pintu dari anyaman bambu. Parno membuka celana kerja, wah ternyata dia tidak mengenakan celana dalam seharian ini. Saat berbalik badan, kilat keringat membuat lekukan otot tambah jelas. Belahan dada yang gempal juga bisep dan trisep terbentuk baik. Perutnya tampak liat berkotak-kotak. Di bawah perut kontolnya setengah tegang lemas menggantung dan tampak membesar.
"Gila kamu No. Baru liat aku nimba air di sumur saja sudah ngaceng!" Goda Tejo.
"Enak saja." timpal Parno saling meledek.
Tejo menyelesaikan kegiatan menimba. Sebentar kemudian dia pun sudah telanjang. Sementara Parno tanpa malu sedang mulai mengocok kontol supaya ereksi penuh.
"Iya neh aku juga ingin kenikmatan." ujar Tejo mendekati Parno sambil mengocok juga.
Tanpa sungkan lagi mereka sudah berpelukan. Mereka saling mencium satu sama lain. Mereka tak ubahnya pasangan pria dan wanita yang sedang bercumbu. Ini lebih masyuk dari yang tadi pagi aku saksikan. Mereka tampaknya tidak sadar kalau mereka itu sesama jenis.
Hatiku merasa gundah dan resah. Benarkah yang kusaksikan? Tapi otakku tak sempat berpikir mengenai benar dan salah. Kenikmatan mendorongku kuat untuk ikut merasa kenikmatan itu. Tanganku bergerak membuka baju dan celanaku. Kontolku sudah tegang di belakang celana dalamku. Aku mengocoknya dan kontolku mencapai ketegangan penuh.
Sementara di sumur Parno melakukan kegiatan seperti tadi pagi. Tangan kanannya tampak mengocok kontol mereka berdua dalam satu genggaman. Kedua tangan Tejo memegang kepala Parno dan bibirnya melumat bibir Parno. Satu tangan Parno yang tidak mengocok digunakan untuk menusuk-nusuk pantat Tejo. Tampaknya Parno ingin memasukkan kontolnya ke sana nanti.
Begitu tegangnya tak terasa api rokok sudah dekat sekali dengan jari telunjuk dan tengahku.
"AWWW..." teriakku kencang.
Kulihat Tejo dan Parno berhenti bergerak tetapi masih berpelukan. Mereka mencurigai kalau-kalau ada yang mengintip kegiatan mereka. Namun sebentar saja mereka meneruskan kenikmatan mereka.
"No coba tusuk pantatku dengan kontolmu seperti di gambar itu." kata Tejo sambil mengambil posisi kaki kiri terangkat sedang badan membungkuk ke depan. Mereka berbicara tentang gambar di majalah porno gay yang semalam mereka lihat bersama.
Parno mendekatkan kontol yang telah tegang berdenyut itu ke lubang dubur Tejo. Dipegangnya batang yang sedari tadi mengarah ke atas. Ujung kontol yang seperti jamur itu diletakan di pusat lubang dubur Tejo. Ditekan kuat-kuat kepala jamur itu hingga Tejo terdorong ke depan. Tapi sayang, ternyata kontol Parno belum juga masuk.
"Wah sempit Jo, apa punyaku kegedean ya?" ujar Parno bingung. Rupanya ini pertama kali untuk Parno.

Bagiku ini juga pertama kali menyaksikan adegan begini secara langsung dan bukan di gambar.
"Coba lagi No, di gambar bisa kok." Tejo menyemangati.
Sekali lagi Parno mengarahkan kontol besarnya ke lubang dubur yang kini sudah dilebarkan dengan jari jemari Tejo. Tapi ternyata gagal.
"Kontolmu diberi sabun dulu saja biar licin." Tejo memberi usul.
Akhinya Parno melumuri seluruh batang kontolnya dengan air sabun. Lalu dia mencoba menusuk lubang pantat Tejo sekali lagi. Ternyata bukannya lebih mudah malahan lebih susah mengarahkannya. Kontolnya jadi licin dan lebih sering terpeleset ke kanan dan ke kiri. Parno sampai harus menggenggam batang kontolnya supaya tidak lari dari titik lubang.
Sampai akhirnya kulihat pelahan namun pasti pantat Parno maju pelan tapi pasti. Seperti seorang mantri sedang memasukkan jarum suntik. Ya, Parno sedang menyuntik pantat Tejo. Sementara itu wajah Tejo memerah menahan tusukan. Pantat Parno terhenti pada titik tertentu. "Gimana Jo, kamu ngga apa-apa?" Parno khawatir melihat wajah rekannya yang tampak kesakitan.
Tejo tidak menjawab, dia masih membiasakan diri dengan benda yang menusuk dubur. Lama Tejo dan Parno dalam kondisi sedemikian rupa. Mereka tak bergerak. Momen itu terekam jelas dalam otakku dan tak kan pernah terhapus seumur hidupku. Saat itu baru aku sadar kalau wajahku sudah menempel di kaca jendela kamarku. Masih telanjang.
Sejenak kulihat kontolku tidak menegang tapi tergantung lemas. Aku terlalu tegang melihat hal yang tak pernah kulihat. Sesaat aku khawatir kalau-kalau aku impoten. Kukocok kontolku dan ternyata dengan mudah dia berdiri lagi. Menegang ke ukuran terbesar.
Kutengok lagi Tejo dan Parno di bawah. Pantat Parno sudah maju mundur dengan irama tetap. Sesekali Tejo masih tampak kesakitan. Tapi kali ini wajahnya tidak semerah sewaktu ditusuk pertama tadi. Kedua tangan Parno memegang pinggang Tejo untuk mengendaalikan gerakan. Gerakannya cukup cepat dan dari wajah Parno terlihat kenikmatan yang tak terkira.
Sekali lagi.. aku merasa aku pernah mengalaminya. Aku merasakan kenikmatan yang Parno rasakan. Aku mengocok kontolku sendiri. Aku bermasturbasi menikmati pertunjukan hidup Tejo dan Parno. Aku merasa di antara suka dan tak suka. Aku merasa salah tapi tak peduli. Lebih kupedulikan nafsu kenikmatanku.
Pantat Parno masih dengan teratur maju mundur. Pantatnya bergetar seiring dengan masuk dan keluarnya kontol dari dubur.
"Jo ini rasanya enak banget...hh Jo..!" Parno membagi rasa.
Tejo yang sedang ditusuk diam saja. Bagi Tejo ada sensasi lain duburnya dirojok oleh kontol Parno. Ini pertama dalam hidupnya. Awalnya terlihat sakit sekali. Tetapi saat ini mungkin rasa itu sudah jauh berkurang. Dia hanya merasa duburnya penuh.
Tanganku mengocok kontol seirama dengan hentakan kontol Parno.Aku merasa hampir keluar.
Tubuh Parno bekerja dengan keras. Keringatnya tampak banyak. Tubuhnya mengkilat ditimpa sinar matahari memerah karena hampir tenggelam. Gerakan tubuhnya yang lincah menusuk pantat Tejo membuat Tejo berguncang-guncang. Tubuh Parno bergoncang hebat dan tiba-tiba terdiam. Kontolku memuncratkan sperma. Ya kami muncrat bersama.
Parno segera mencabut kontolnya. Tampak panjang dan berwarna merah mengkilat. Tak terlalu jelas memang tapi kuduga ada banyak kotoran manusia di sana. Parno segera membasuh kontolnya bersih-bersih bahkan sebelum lemas benar.
Tiba-tiba saja suara adzan bergema.
Astaqfirullah alazimm....
***

Malam hari yang panjang bagiku. Untung ada Pak Robby tempat berkonsultasi. Malam itu aku agak lega dengan satu keputusan menegor Tejo dan Parno. Alasannya adalah mereka dalam asuhanku, orang tua mereka percaya kepadaku. Memang lain dengan struktur kerja di perusahaan. Kerja seperti kami, hubungan kemasyarakatan tetap dibawa.
Keesokan harinya sewaktu minum kopi setelah mandi pagi, kami duduk bertiga.
"Begini Parno dan Tejo..." ah, terasa sangat sulit untuk memulai.
Akhirnya kupaparkan apa yang aku tahu. Kukatakan bahwa aku tahu mereka membaca majalah porno. Mereka saling mengonani satu sama lain. Tapi sama sekali tak kukatakan yang kutahu dari atas sumur. Curang sedikit sih.. tapi demi wibawa.
Aku katakan, "...(aku) memahami birahi kalian, mas dahulu juga begitu. Tapi terus terang mas berusaha mengurangi dengan menyibukkan diri dalam kerjaan dan berolah raga. Mungkin kalian bisa gunakan....".

Kuselingi juga beberapa ajaran agama yang kuketahui. Tejo dan Parno menunduk selama kuberitahu.
Di akhir semua nasehatku, aku kembalikan semua pilihan pada diri mereka masing-masing. Apa mereka akan berhenti atau akan melakukan dengan segala resikonya. Satu hal yang tak kuinginkan adalah mereka mencemarkan nama baikku di depan orang sekampung.
SELESAI

Kisah Tejo dan Parno 1 <<<<Sebelum                                               Sesudah>>>> Tukang Kebun Gatal 2

2 comments:

ichal said...

Drop dah ada pa'ustad diakhirnya hahahahaha...

Robby said...

Begitulah manusia. Terkadang dia bisa berceramah tapi untuk diri sendiri susah melakukannya. Ripin akhirnya juga melakukan apa yang dilakukan Tejo dan Parno. Baca di Tukang Kebun Gatal