14 September 2010

CINTA MEMANG GILA 2

CINTA GILA 2

Seri sebelumnya: Cinta gila 1

"Mas, aku minta ketegasan kamu kali ini.." kataku tegas ketika bertemu Mas Baldi.

Aku sangat kaget saat tau kalau Mas Baldi menjalin cinta dengan mbak Sinta, kakakku satu-satunya. Mas Baldi mulai kenalan dengan mbak Sinta waktu tak sengaja mbak Sinta mengangkat hapeku yang berdering berulang-ulang. Hubungan berlanjut di hape mbak Sinta sendiri. Satu hal yang mengagetkan ternyata mbak Sinta berani menemui mas Baldi di Jakarta. Suatu hal yang sangat di luar dugaanku atas keberanian mbak Sinta.

Ibu yang mengetahui semua dan mengadukan padaku. Aku tahu kalau pacar mbak Sinta itu adalah mas Baldi juga dari Ibu. Bagai disambar petir saat tahu kalau bfku menjalin cinta dengan kakakku sendiri.

"Ketegasan bangaimana?"

"Pilih aku atau kakakku?"

Lama mas Baldi tidak memberi jawaban. Dia berpikir sangat serius.

"Mas... jawab mas... " aku menuntut jawab.

Aku sangat mencintai Mas Baldi. Aku juga sangat menyayangi mbak Sinta, kakak kandung dan saudara kandungku satu-satunya. Ibu dan mbak Sinta yang merawatku dari kecil. Mereka jugasangat memperhatikan aku. Namun kerinduanku pada sosok Ayah aku temukan dalam diri Mas Baldi. Apapun yang dia mau aku beri. Aku sayang sekali. Aku mencintai mas Baldi.

Ibuku sempat khawatir ketika melihat reaksiku. Ibu mengira kalau aku tidak merelakan mbak Sinta untuk menikah. Aku sempat diceramahi ini dan itu. Tentu saja aku tidak mengatakan sesungguhnya kalau mas Baldi adalah kekasihku.

"Jangan diam saja Mas. Jawab! Katakan sesuatu..."

"Iya... iya... iyaa.....!" suara mas Baldi agak keras dan emosi.

Sebentar dia membelakangiku dan agak menenangkan diri.

"Kita putus" katanya pendek tapi jelas.

Buatku itu suatu kalimat dahsyat. Bagai meteor besar yang menyebabkan punahnya Dinosaurus. Hantaman yang membuat burung berhenti bercicit. Taman yang tadinya ramai orang dan suara kendaraan tiba-tiba lenyap diganti kesenyapan. Matahari langsung tertutup awan gelap. Mataku terasa hangat siap mengalirkan berton-ton air mata.

***

Hidupku terasa tak bergairah lagi semenjak itu. Berhari-hari aku menata diri. Memunguti puing-puing hatiku. Kecewa bukan karena mas Baldi tapi lebih kepada kakak yang sangat kusayangi selama ini. Wanita memang brengsek dan resek. Aku akan menutup hati untuk wanita.

Hari lamaran pun datang dengan cepat. Tampak Mas Baldi begitu gagah dalam setelan jas yang akan dikenakan besok pagi. Dia meminta ijin pada Ibu lalu mendekati aku.

"Dek Deri, aku perlu bicara dengan kamu sebelum semua berlangsung"

"Kamar saja, mas"

Itu tempat yang paling memungkinkan karena semua tempat sudah ada manusia. Tetangga kami dan saudara-saudara yang membantu acara lamaran besok pagi. Sewaktu masuk kamar Mas Baldi mengunci pintu dan memelukku. Aku kaget sekaligus sangat senang. Meski tahu aku diputus namun sama sekali aku tidak membenci Mas Baldi.

"Dek... kamu tahu kalau besok keluargaku akan datang untuk melamar kakakmu, mbak Sinta"

Kami duduk di tempat tidurku. Mas Baldi memelukku dari samping. Pipinya ditempelkan ke keningku.

"Aku tahu kalau Dek Deri masih sayang sama mas. Mas juga begitu. Sebentar lagi setelah lamaran akan ada acara perkawinan. Mas akan jadi kakak ipar"

Mas Baldi menarik nafas panjang dan menata kalimat berikut.

"Yah, kita akan bersaudara ipar. Kamu akan jadi adik ipar"

Aku masih bingung dan kurang bisa menebak maksud percakapan kami. Tapi yang jelas aku meneteskan air mata. Seakan aku akan kehilangan Mas Baldi untuk selamanya. Aku sudah coba merelakannya. Aku mengikhlaskan semua demi kakakku dan demi kebahagiaan Mas Baldi.

"Aku ingin kita menyimpan rahasia kita rapat-rapat untuk selamanya. Bisa kan, dek?"

Aku hanya mengangguk.

***

Beberapa bulan kemudian aku mencoba berbaikan dengan mbak Sinta. Kami pun membuka diri bukan sebagai pasangan tetapi sebagai kawan di chating. Kami juga merahasiakan kalau kami pernah ketemu sebelumnya. Alasan ini kuat dan mbak Sinta tidak curiga kalau aku dan mas Baldi dekat. Namun demi menjaga citra dan kesopanan aku dan mas Baldi menjaga jarak.

Sampailah pada saat yang dinanti.

Akad nikah sederhana berlangsung dengan khidmat. Sepanjang acara aku berusaha menahan air mata. Hatiku kembali teriris. Andai memungkinkan aku ingin menggantikan mbak Sinta berada di depan penghulu sana. Mas Baldi terlihat bahagia sewaktu bersalaman dengan para tamu. Malam ini juga Mas Baldi akan tinggal bersama kami. Namun bukan tidur di kamarku tetapi tidur di kamar mbak Sinta sebagai suami mbak Sinta.

Malam itu semua tamu sudah kembali. Semua lampu sudah dimatikan. Namun aku masih tidak bisa tidur. Membayangkan apa yang terjadi di kamar sebelah. Bergairah sendiri membayangkan tubuh Mas Baldi yang telanjang menindih kakakku. Ah, benar-benar tidak sopan pikiranku. Andai tubuh Mas Baldi ada di kamar ini saja... aku tertidur kelelahan tanpa mematikan lampu kamar.

Malam hari aku terbangun karena ada ketukan di pintu kamarku. Aku sangat mengantuk. Saat kubuka, betapa kaget ternyata itu adalah Mas Baldi. Dia cepat menerobos masuk ke kamar lalu mengunci pintu kamarku. Dia masih mengenakan kaus oblong dan boxer saja.

Tak sabar dia segera menciumku dan menggerayangi tubuhku. Aku tidak merespon. Ada sesuatu yang salah rupanya. Meski ingin tapi tubuhku tidak merespon. Bahkan ketika dia meremas-remas kontolku. Kontolku yang biasa akan bangun hanya diam saja.

"Mas, kenapa dengan mbak Sinta?"

Ini malam pertama, malam yang paling didamba pengantin. Namun aku tidak mengerti kenapa Mas Baldi justru masuk ke kamarku. Bahkan menggerayangiku dengan bernafsu begini. Namun semua berlangsung begitu cepat. Secepat dia datang, secepat itu pula mas Baldi keluar. Menghilang, aku menunggunya sampai hampir subuh tapi tidak datang juga.

***

"Mas, semalam..."

"Ssshhh..."

Mas Baldi menahanku untuk bicara tentang yang terjadi semalam. Kami pun tidak membicarakan lagi hal itu hingga dua minggu kemudian.

Malam itu aku tidur cepat hingga jam 11.23 malam aku dengar ketukan pintu. Mas Baldi masuk ke kamarku dan langsung menindihku yang sedang sangat mengantuk. Aku diam saja tanpa respon. Aku kira aku sudah mati rasa pada mas Baldi. Dia bangun lalu menamparku dan keluar dari kamarku.

Peristiwa malam pertama saja masih misteri bagiku. Apalagi ditambah tamparan malam ini yang menyakitkan hati. Apa salahku sehingga Mas Baldi melakukan ini semua kepadaku? Sudah gilakah dia? Bukankah aku yang harusnya sakit hati? Perih sekali rasanya....

***

Semenjak itu Deri tidak lagi mau menyapa Baldi. Ibu mengetahui perubahan sikap Deri. Kembali berbagai macam nasehat dilancarkan Ibu.

"Bu, lebih baik aku kos saja..."

Ibuku tidak setuju namun aku berkeras. Kakaku sempat mencegah namun aku berkeras. Namun keputusanku membawa hikmah terbukanya semua misteri. Semua terjadi pada minggu pertama hari jumat sore sepulang kerja. Mas Baldi sudah menunggu di pintu kos.

"Masuk mas..." walau perih tapi tetap tak tega juga.

Di dalam kamar Mas Baldi menyergapku. Nafsunya menggila. Bagai banteng spanyol melihat kain merah. Mendengus dan menerjang sepenuh energi. Aku ditelanjanginya dan bugil sama sekali. Aku ingin menolak tapi aku juga tak kuasa menahan nafsuku ini. Terjadilah ini.

Mas Baldi menciumi leherku, daerah paling sensitif. Membuatku serasa penuh energi dan menggelinjang tak tentu.

"Assshhh mmmm ooohhhhh...." erangku berulang-ulang.

Nafsuku tak tertahan. Hasratku sangat tinggi. Mungkin karena sudah lama tidak ML dan tidak ngocok semenjak Mas Baldi menamparku. Rangsangan Mas Baldi ini sangat nikmat. Berbeda dari biasanya. Aku tahu kami telah putus tapi aku mau ini. Nikmat sekali tau!

Tanganku tak bisa diam. Sebentar saja Mas Baldi pun telanjang. Kamar kosku yang panas bertambah panas. Mas Baldi menindihku, pinggulnya digerak-gerakkan menggesek kontolku. Nafasnya mendengus-dengus seperti sudah tahunan tidak merasakan sex. Seperti musafir di padang gurun menemukan kolam air yang segar.

Tanpa babibu lagi Mas Baldi menancapkan kontolnya ke anusku. Dia mengulum bibirku dan membuatku tidak bisa protes. Aku merasakan sakitnya tapi aku tidak mau protes. Bahkan kontolku biasa lemas saat di masuki kontol, kali ini tetap menegang. Tanganku dipegangi Mas Baldi dengan kencang.

Mas Baldi mulai menggerakkan kontolnya keluar dan masuk. Mulut kami berpagutan dan mendesah menyatakan kenikmatan.

Clup...

Aaahhhh ouuuhhh...

Clup...

Sshhh mmmmhhhh

Begitu suara berulang-ulang.

"Ooouuuhhhh Der saayaaanngg aku hampiirr..."

Wow cepat sekali Mas Baldi mencapai puncak. Tak lama kemudian kurasakan kedutan-kedutan pasti Mas Baldi sudah menyemburkan spermanya. Sementara kontolku sedang tegang-tegangnya. Kubalik posisi Mas Baldi biar tiduran di bawah. Lalu kumasukkan kontolku ke anusnya.

Anus Mas Baldi sempit tapi kupaksa. Kontolku sudah mencapai ukuran maksimal. Agak susah memang tapi aku mau memperkosa kakak iparku ini. Sebagai balasan tamparannya kepadaku. Kubuka dengan paksa pahanya. Kuciumi dia. Lalu kudorong kepala kontolku ke lubangnya..

"Aaaaahhhhh Der sakit!" ujarnya.

Nanti juga enak mas, begitu pikirku. Muka mas Baldi mengkerut-kerut menahan sakitnya ganjalan kontolku. Posisi Mas Baldi tiduran dan mengangkangkan paha di atas perut. Posisi terbaik buat seorang bottom. Perlahan kepala kontolku masuk lebih dalam.

"Ssshhh mmmm enak sekali..." kataku.

Lalu segera saja pinggangku mengentot Mas Baldi keluar masuk. Kupegang kedua pipinya lalu kugigit bibirnya pelan. Perlahan Mas Baldi pasrah juga. Dia nikmati entotanku. Aku tahu karena kontolnya yang tadi sudah mengecil kini kembali menegang. Bahkan dia mulai mengerang.

"Pindah posisi, Mas..."

Aku tiduran membelakangi Mas Baldi. Kontolku kumasukkan kembali. Aku suka sekali posisi ini dan kontolku yang panjang menguntungkanku. Sementara tangan kiriku bebas mengocok kontol Mas Baldi yang sudah mengeras. Mulut kami tetap saling melumat tanpa henti.

Keringat kami sudah bercucuran membuat badan kami licin dan berkilat. Kamar kostku yang panas bertambah panas dengan adegan kami.

"Oaaaahhh... hmmmm.... Sayang, jangan terlalu cepat ngocoknya. Nanti aku muncrat lagi. Aku maunya sama-sama..." ujar kakak iparku dan mantan bfku ini.

Sama sekali sudah tidak terpikir lagi kalau Mas Baldi adalah kakak iparku. Nafsu syahwat ini begitu menguasaiku.

Kukocok kontol Mas Baldi semakin cepat. Aku merasa kalau aku hampir keluar.

"Owh maassshhh aku hampir keluarrrr..."

"Aaahhh ahhh ahhh"

Baru saja mendengar begitu aku tahu mas Baldi sudah keluar aku pelankan kocokan tanganku dan aku berkonsentrasi pada entotanku. Tak lama aku pun menyemburkan mani banyak sekali. Kurasa itu yang terbanyak yang pernah aku keluarkan. Aku merasa sangat puas. Tubuhku melemas dah memeluk Mas Baldi lama sekali.

Setelah diam dan pelukan yang lama.

"Der... hmmm aku tidak bisa mengelebui hatiku lagi. Aku masih sayang sama kamu..."

Aku hanya terdiam.

"Selama ini aku sudah berusaha... sangat berusaha... hhhhh...."

Mas Baldi tidak menyelesaikan kalimatnya. Aku pun mengerti dan tidak perlu dia melanjutkan itu semua.

"Aku cuma mau minta sama Mas untuk membahagiakan Mbak Shinta... kalau mas mau sama aku, aku siap kapan pun"

Mas Baldi memandangku dan melihat keseriusanku. Dia memeluk dan menciumku.

Kami lalu berpakaian. Aku sudah siap kembali pulang ke rumah.

"Mas, kenapa waktu itu menamparku?"

"Hmm.. maaf ya sayang... aku hanya ingin membuat kamu benci ke aku saja. Mungkin dengan kamu meninggalkanku aku bisa bahagia dengan istriku, kakakmu. Tapi aku salah... Tampar saja aku sekarang sebagai balasannya"

Aku tersenyum, bagaimana mungkin aku melakukan kepada mas Baldiku sayang...

Kami pulang ke rumah sambil ngobrol dan tertawa-tawa. Ibu dan Mbak Shinta memandang kami dengan heran. Mereka hanya menggeleng berkali-kali. Tampak sekali mereka tidak mengerti dunia laki-laki.

1 comment:

Anonymous said...

Akhirx mas robby blk lg..


Kambing Makassar