15 August 2011

KARMA 4

KARMA: Kebaikan dibalas kebaikan

"Tumben banget kamu ngajak ketemuan dan traktir es duren kesukaanku?" Vina mendesak.

"Yah namanya saja kangen sama teman lama..."

"Ada apa sih sebetulnya?"

"Beberapa waktu lalu aku ketemu sama seorang wanita yang ngaku-ngaku pernah jadi sekretaris di kantor" sedikit bohong tak apalah.

"Oh ya?" Vina mulai menyuapkan es durian ke mulutnya.

Aku menunggu suapan pertama ditelan untuk menunggu jawabnya.

"Sempat ada mbak Reni tapi konon hanya satu minggu. Namun sebelumnya ya mbak Angel yang sekarang jadi istri Pak Bara"

"Oh ya?"

"Jadi wanita mana yang menemuimu?"

"Seingatku dia bernama Heni. Ada?" Sekali berbohong memang harus terus berbohong.

"Reni!" Vina membetulkan.

"Bukan. Heni. H-E-N-I ... "

Vina menggeleng bingung lalu meneruskan makan es durennya.

Setelah itu aku berbasa-basi tak penting karena sudah mendapat info yang aku perlukan. Vina memang baik. Hasil traktiranku, aku diperkenalkan sama teman Vina yang kontraktor. Dia membutuhkan seorang freelance desain interior. Lumayan.
***

"Ouhh yesh Jer... enak Jer... aaahhh oh oh ohhh...." begitu ekspresi Om Bara sewaktu aku fuck dia.

Kami menginap di Bandung malam minggu itu. Hotel Akilla (mirip lah!) yang berada di daerah Pasteur. Om mengajakku untuk meeting sabtu pagi di daerah Lembang. Jumat jam 10 malam kami berangkat dari Jakarta dan langsung masuk ke hotel. Perjalanan Jakarta-Bandung aku yang setir. Ini pengalaman pertama menyetir mobil ke luar kota.

Di hotel kami mandi bersama di bawah pancuran air hangat sambil bercanda. Tentu saja semua diakhiri dengan keluarnya mani kental yang sudah lama tertahan. Namun itu bukan termasuk sesi aku ngefuck Om Bara. Setelah mandi bersama Om Bara mengajakku keliling Bandung. Seperti weekend pada umumnya, tengah malam Bandung masih ramai bahkan lalu lintas arah turun dari Lembang agak macet. Info dari radio yang menyiarkan keadaan lalulintas kota Bandung.

Setelah mandi bersama Om mengajakku ke warung Iga Bakar yang masih buka. Om tahu tempat-tempat seperti itu karena dia sering ke Bandung tentunya. Bukan sembarang iga bakar.

"Iga bakarnya enak nih Om.." komentarku.

"Enak mana ma punyaku?? Hayoo..." Om Bara menggodaku.

Kuteguk teh manisku biar tak tersedak.

"Om aku masukin punyaku ya.."

Begitu rayuku sewaktu kami berdua sudah kembali ke Hotel Akila dan telanjang di atas kasur yang empuk. Om Bara tampak ragu.

"Aku aja kemarin mau dimasukin kan Om... itu karena aku sayang sama Om. Aku juga mau Om buktikan sayang Om buatku.." aku sedikit berpolitik.

"Tapi kemarin sebenarnya sakit kan, Jer?"

"Sedikit dan hanya permulaan Om..." aku tak berbohong tapi juga tidak detail.

Om Bara diam...

"Aduuh... bos kok takut tantangan sih?" kalimatku mulai provokatif.

"Selain ganteng kamu ini ternyata cerdas dan sedikit licik ya..."

"Siapa dong gurunya, kan Om..." kilahku.
***

Aku mencumbu Om Bara lebih lama dari biasanya. Tak ingin dia terlalu ketakutan untuk ditusuk. Tak mudah menusuk seorang top seperti om Bara. Beberapa kali aku mendekati dan mencoba menusuk lubang anusnya dengan jari tengahku. Beberapa kali pula aku gagal. Sangat sensitif. Akhirnya aku menurunkan target hanya sampai riming saja. Tetapi keadaan segera berubah. Om Bara memang bertekad membuktikan sayangnya. Jari tengahku berhasil masuk.

"Arrrggghhh...." jerit Om Bara.

"Santai dong Om... semakin ditolak semakin sakit"

Om Bara mengangkangkan dua belahan pantatnya. Mungkin biar tampak dan lebih lebar maksudnya. Tentu saja hal ini tidak membawa hasil terlalu banyak. Seberapa jauhpun melebarkan bongkahan pantat tapi lubang anus dikontrol oleh sebuah jaringan otot yang disekitar lubang. Bukan dari belahan pantat.

Om Bara mengatur nafas. Aku mencoba bersabar seperti Om bersabar padaku. Ini jauh lebih baik daripada sewaktu pertama kali ML di kantornya pada waktu Om Bara mabuk. Wajahnya sama merahnya dan Om berkeringat. Entah keringat ketakutan atau keringat menahan ganjalan di lubangnya.

"Jer... rasanya ingin ke belakang...."

Segera kutarik tanganku dan Om Bara lari ke WC. Benar saja... karena kudengar dia buang air. Ah, ini lebih baik karena nanti aku akan memasuki lubang yang sudah bersih tentunya. Lebih bersih paling tidak.

Sambil menanti Om Bara menyelesaikan hajatnya kulihat jalan di depan hotel masih banyak mobil berlalu lalang. Padahal jam sudah hampir menunjukkan pukul 3 dini hari. Tidak sepadat tadi tapi tetap saja ada yang jalan di malam hari.

"Uh mules jadinya aku Jer..."

"Reaksi normal Om... nanti setelah dua atau tiga kali tidak akan seperti itu"

"Oh ya? Kamu dahulu juga begitu?"

Aku mengangguk pasti.

Om Bara mendekatiku dan dia mencumbuku. Menciumi leherku dan bibirku. Kami masih sama-sama telanjang. Bentuk tubuh kami berbeda. Tubuh Om Bara tidak lagi sixpack dan cenderung membuncit di bawah pusarnya. Sedang aku agak kurus kering. Seberapa banyak aku makan tidak bisa menjadi daging atau otot. Entahlah...

Aku menikmati cumbuan Om Bara.

"Om dah siap ditusuk lagi pa?"

"Demi kamu sayangku..." Om Bara melumat bibirku lagi

Aku membalasnya dengan hangat. Aku merasa Om Bara benar-benar paham tiap detail titik rangsangku. Kontolku mengeras lagi dan aku menggelinjang nikmat karena rangsangannya.

Kali ini aku sebagai top bagi Om Bara. Aku menyerap dan mempelajari setiap teknik selama kami beberapa kali ML. Sabar itu adalah kunci yang paling aku serap. Aku pun akan sabar semampu aku bisa terhadap Om Bara. Membangkitkan gairah pria di atas 30 tahun sangat berbeda dengan pria lebih muda. Harus lebih bersabar dan memiliki ritme yang pasti.

Aku memindahkan rangsangan dari sekedar berciuman bertindihan dalam keadaan telanjang menjadi menjilati telinga, leher dan dadanya. Kulingkarkan lidahku di sekitar puting Om Bara yang menonjol. Aku memutarkannya dengan lembut dan pelan. Sesekali ujung lidahku menyentuh ujung pentil hitam. Om Bara akan mengerang sedikit lebih keras saat tempat sensitif itu tersentuh ujung lidah.

"Aaahh yesss Jerrr... "

Setelah dua putingnya mendapat perlakuan yang sama lidahku menyusuri perutnya yang agak buncit. Di pusar lidahku kembali bermain tapi tak lama. Lalu turun mengikuti rambut yang tumbuh membentuk     garis menurun menuju batang kontol Om Bara yang tegak dan mengeras.

"Oooowwwhhh Jeeerrr..."

Tangan Om Bara mengelusi kepalaku.

Permainanku yang semakin sabar, semakin membuat Om Bara tak tahan. Memang tujuanku begitu. Seberapa tahankah batas ketahanan seseorang terhadap rangsangan berbanding lurus dengan hasrat yang dia miliki. Semakin tahan berarti semakin tidak berhasrat. Begitu teori yang kususun.  Kujilati bola om Bara menuju ke ujung atas kontolnya. Cairan bening kental terasa asin di lidah. Kumainkan lidahku di ujung kontol Om Bara yang besar dan hangat. Kontol Om berdenyut-denyut meronta keenakan. Batangnya juga tak mau diam berdengut-dengut. Aku harus menggenggamnya supaya dapat memainkan lubang kontol dan kepala kontolnya dengan baik.

"Ssssshhhh mmmmmmmhhhh...."

Kukulum kontol Om Bara yang begitu hangat dan besar. Penuh di dalam mulutku. Om Bara tak tahan hingga menggerakkan pinggangnya supaya bisa keluar dan memasukkan batang ke dalam mulutku. Kutahan gerakannya supaya dia tetap diam. Kontol itu kumasukkan terus hingga ke tenggorokan. Lalu kuhisap sambil kutarik keluar perlahan-lahan. Om Bara mengerang panjang, mendesis, dan berdecak beberapa kali sebelum aku sampai ke ujung kontolnya. Gerakan seperti itu kuulangi beberapa kali sehingga menghasilkan efek dramatis, bahkan tubuh Om Bara bergetar.

Aku yakin teknik 'tarik hisap' yang kuciptakan akan diingat Om Bara seumur hidup. Memang sih, mbak Angel memberi segalanya buat suaminya, namun dia tidak akan mau mengulum kontol suaminya. Apalagi membuat hisapan seperti teknik 'tarik hisap'. Aku juga tidak mengerti kenapa Om Bara, tidak memaksa istrinya melakukan seperti yang kulakukan.

"Sudah Jer, jangan begitu terus... bakalan muncrat sebelum kamu jadi tusuk aku..."

Hay... tak kusangka Om Bara ini sudah benar-benar ingin ditusuk. Akupun tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku tahu sekarang kalau cintaku juga tak bertepuk sebelah tangan. Om Bara memberikan seluruh jiwa dan raganya buat aku.

Kuolesi kontolku dan pinggiran lubang Om dengan menggunakan jeli merek terkenal. Lalu ku angkat paha Om Bara dan kukangkangkan. Badanku ada di atas badannya. Kepala kontol kupaskan di mulut lubang dan kutekan perlahan....

"Jeeerrr... oooohhh" Om Bara meringis menahan sakit.

Semakin menahan sakit lubangnya otomatis mengecil. Aku pun gagal memasukinya. Terpeleset saja jadinya.

"Om Bayangkan yang lain dahulu saja... rilex om..."

Om Bara memberi kode dengan anggukan.

Kudekatkan kepala kontolku ke lubangnya lagi. Lalu kutekan lagi... perlahan namun pasti. Setengah masuk aku diam.

"Bisa masuk kan, Jer?" Om Bara tersenyum memastikan.

"Iya Om. Om emang hebat"

Kutarik batangku keluar sedikit lalu kutekan lagi lebih banyak. Kali ini Om tidak terlalu kesakitan. Dia sudah lebih rileks. Apalagi bentuk kontolku yang memang lebih besar di bagian kepala.

Om Bara tersenyum lagi. Dia pasti merasakan gelitikan jembutku di bokongnya.

"I love you, Jer" bisiknya.

Aku mengangguk dan mengecup bibir Om Bara. Bibirku tidak dilepaskan tapi dikulumnya dengan sangat bernafsu. Akhirnya aku benar telungkup di atas badan Omku yang kusayangi ini dengan batang kontol yang masih menancap jauh masuk keperutnya. Hangat rasanya.

Aku menggerakkannya keluar dan masuk memacu kenikmatan.

"Sssssshhhh enak Om owwwwhhh yeeessshhh..." aku mendesah di antara bibir Om.

Enak sekali rasanya batang kontolku... percampuran antara geli, gatal, hangat... yang membuat semakin tegang dan enak. Ketegangan meningkatkan kepekaan yang meningkatkan rasa geli, gatal dan  hangat itu. Seperti diperas. Kalau dikulum mungkin tidak akan kena semua bagian batang. Tapi kalau masuk seperti ini akan mengenai semua bagian batang.

Kugerakkan pinggangku maju mundur. Menikmati lubang Om Bara-ku... Om yang kucinta dan kusayang. Gelenyar hangat memenuhi badanku. Tak ada rasa lelah meski bergerak dan bergerak, yang ada hanya nikmat dan makin nikmat.

"ooom.. owwwhh ssshhh enak sekali neh ooommm..."

"Aku juga Jer... ada rasa geli kalau kontolmu masuk dalam begitu"

Kulihat kontol Om mulai menegang. Sepertinya dia menikmati kutusuk begitu. Aku jadi semakin semangat menghujamkan kejantananku sedalam mungkin. Om Bara juga mulai mendesis... mungkin ini yang dinamakan menyentuh g-spot. Tubuh Om Bara berguncang karena tekananku tak kan ku lupa pemandangan seperti itu.

"Aaa Jer... kok jadi aku yang mau keluar?" seru Om sambil bergetar.

"Hmmm aku juga Om..."`   

Peluh yang menetes kuabaikan karena sebentar lagi aku akan mencapai kenikmatan yang tiada tara. Ku genjot maju dan munjdur terus menerus. Tak ada ganti posisi sama sekali. Tiba-tiba Om Bara agak terduduk dan memelukku dengan kencang. Di dada dan perut kurasa ada kehangatan. Wah, benar Om Bara sudah orgasme.

Aku sama sekali tidak menghentikan gerakanku. Meski memang lebih sulit. Tapi aku tetap bergerak karena aku merasa kenikmatan itu sudah sangat dekat sebatas ujung rambut ah ujung jembut lebih tepat.

"Aaaahhhhh ...."

Kupeluk Om Bara lebih erat... maniku tertumpah di dalam sana.


Om Bara tersenyum dan aku juga. Kami berciuman lalu tidur.
***
Pagi itu Om Bara bilang kalau dia kapok disodomi. Masih terasa ada yang mengganjal katanya. Kami menghentikan percakapan karena harus cepat sarapan dan berangkat ke seminar.

Di meja breakfast hotel kami didatangi rekan kerja Om Bara yang juga kerja design interior. Om Prabu namanya, kebetulan sepintas memang tampangnya mirip om prabu yang di sinetron itu. Setelah bersalaman Om Prabu mengajak kami nanti berangkat bersama ke seminar. Tentu saja kami tidak menolak.

"Aku dengar keponakanku kerja di tempat kamu ya..." celetuk Om Prabu satu saat setelah melewati rumah sosis.

"Oh ya? siapa?"

"Vina..."

Ah, jangan-jangan ini kontraktor yang Vina perkenalkan padaku ya...

(bersambung)

No comments: