18 July 2011

KARMA 3

 Karma3: Pengkhianatan

Sudah setengah jam Om Bara menungguku di warung kopi favoritnya. Setelah aku mendekat segera saja dia bangun dan memeluk aku erat. Sampai orang-orang sekitar kami melirik dan melihat aneh seakan kami ini pasangan homo.

"Mbak Angel minta cerai..." begitu Om Bara membuka pertemuan yang dia katakan sangat penting dan urgent melalui sms.

Aku merasa sangat kaget dan tak menyangka.

"Apa karena Tyan mengadu tentang kita?"

Om Bara menggeleng.

"Lalu?"

"Yah nanti, kelak, kamu juga akan tahu. Orang menikah selalu ada masalah. Masalah kami sudah bertumpuk-tumpuk hingga aku juga tidak tahu bagian mana darinya yang membuat Mbak Angel ingin berpisah... pikiranku kacau... aku pikirkan adalah nasib anak-anak..."

Tampangnya sangat kusut waktu itu. Seakan pengusaha yang akan bangkrut karena hutangnya sudah jatuh tempo sedangkan klien belum melunasi tagihan.

"Belum lagi masalah perusahaan... ah sudahlah.."

Om Bara mengacungkan tangan. Pelayan pun datang. Kukira Om akan membayar bill.

"Ada whisky? Bir?"

Astaga dia inginkan hanya mabuk supaya bisa melupakan masalahnya sejenak. Aku menggelengkan kepala sambil membuat tanda miring dengan jariku di dahi. Tentu saja tanpa diketahui Om Bara. Pelayan  pun berlalu.

"PELAYAN! keparat..." umpatnya.

Om Bara jarang mengumpat, namun sekalinya keluar kasar bukan main.

"Sudahlah Om bukan begitu penyelesaiannya..." ujarku coba menenangkan.

Lalu kami terdiam lama. Om Bara tenggelam dalam pemikirannya yang kusut sedangkan aku berpikir cara agar Om Bara lebih tenang dan berpikir lebih logis dan tertata. Aku jadi ingat, kalau aku susah tidur dengan berbagai macam tentang ujian, tugas, dan masalah lain aku segera onani. Orgasme membuatku tenang dan bisa berpikir lebih jernih setelahnya. Ting! Ideku segera muncul, sebuah win-win solutions.

"Kita ke kost saja yukk... biar kupijit Om. Biar lebih rileks"

Dalam seperempat jam saja aku dan Om Bara sudah berada di kamar.

"Buka bajunya Om..." kataku.

Dengan malas dan ogah-ogahan dia membuka baju dan kausnya. Biasa kalau sedang bergairah justru aku yang ditelanjangi selain dia menelanjangi diri sendiri. Aku mengecup bibirnya...

"Jangan Jer... sedang malas..." katanya lesu lalu menelungkupkan diri di kasur.

Aku mencoba memahaminya.

Lima belas menit aku menggosok punggungnya dengan minyak gosok. Otot yang semula tegang menjadi lebih lemas dan rileks. Aku hanya memijatnya tanpa bicara karena sepertinya Om Bara sedang sangat sibuk dengan pikirannya sendiri saja.

"Jer, sini..."

Aku mendekat karena mungkin Om Bara ingin membisikkan sesuatu. Cup! Tiba-tiba saja dia mengecup bibirku.

"Thanks ya... kini aku tahu bahwa pijatan lebih baik daripada minuman"

Aku tersenyum. Om Bara memelukku dengan sangat hangat. Pelukan tubuh telanjangnya membuatku  berdesir. Tak tahan dan tak kuat... penisku tegang. Om Bara pun merasakannya.

"Jiah... baru dipeluk sudah ngaceng..." katanya.

Aku tak menjawab tapi mencium bibirnya dengan pelan dan lembut. Kupandang mata Om Bara, Om juga
memandang mataku.

"Aku sangat sayang sama Om..."

"Aku juga Jer... "

Kami berdua saling mencium dan saling mengecup. Menikmati bibir dan mulut... Hangatnya menjalar ke seluruh tubuh.

"Om.. aku..."

"Iya Jeri sayang... aku juga mau kok..."

Tangannya nakal meremas-remas dadaku. Ibu jari dan telunjuknya mencubit putingku. Membuatku merinding dan menggelinjang enak. Namun tiba-tiba dia berhenti. Dia memandangku...

"Apa tindakan kita juga akan membawa karma?"

"Kenapa om tiba-tiba berpikiran begitu?"

Om Bara menelungkupkan telapak tangan menutupi mukanya. Dia menengadah seakan ingin menghentikan mesin pikirannya yang bergulir cepat.

"Aaaarrghhhh....!!" teriaknya cukup keras.

Aku sempat kaget. Takut penghuni kos lain terganggu. Aku segera sadar kalau penghuni kos sini  cuek-cuek tidak mengurusi orang lain.

"Apa ini karena dahulu aku sering mempermainkan wanita waktu muda? Sekarang istriku mempermainkan perasaanku? Aku... aku... ya aku akui aku... cemburu"

"Ceritakan padaku Om..."

"Ada gosip kalau arisan kemarin adalah arisan brondong. Lalu infoku juga mengatakan beberapa kali istriku pergi dengan pejabat yang memperkerjakan kita untuk proyek dirjen itu... masih ingat kan? Yang desainnya kamu selesaikan..."

Aku cuma melongo dan membayangkan kalau kamar yang Om Bara permasalahkan kemarin ternyata adalah tempat ngentot istrinya dan pejabat itu. Huh! bejatnya pejabat itu. Tidak korupsi ya perempuan. Tidak perempuan ya main bunuh-bunuhan.

"Ah sudahlah... hari sudah sore. Aku pulang dulu saja.."

Aku cuma mengangguk saja. Aku tahu Om Bara sedang tidak mood. Aku juga tidak mau memaksakan.  Meski aku sebenarnya sangat menginginkannya. Hasratku menggantung dan tidak tertuntaskan. Mau coli tapi malas.
***

Makan malam seperti biasa sendiri. Makan malam dekat kos saja. Nasi goreng di kaki lima. Sewaktu makan aku dipandangi seorang cowok yang juga makan sendirian. Kalau aku melihat dia menunduk atau melengos ke arah lain. Aku merasa dia memperhatikan aku. Anaknya cukup tampan dan mungkin seumur denganku.

Setelah dia menyelesaikan makan dia mendekatiku.

"Kamu.. Jerri kan?" katanya.

Aku kaget ada yang mengenaliku. Setauku aku kurang mengenalinya.

"Ya, kamu siapa?"

Dia mengulurkan tangan dan tersenyum lebar.

"Arsyad... dulu kita sama-sama di TK Kasih Bunda..."

O Mai Gad! Aduh mana ingat aku sama teman-teman TK? Teman SD saja banyak yang lupa.

"Sori... aku lupa. Coba kamu ingatkan"

Arsyad duduk di seberang setelah aku menyambut uluran tangannya.

"Kamu sekolah di SD Revolusi 1 kan? aku masih ingat karena aku sering menangis ke ibu dan  menanyakan kenapa kamu tidak sekolah di sd yang sama denganku. Ibuku sering cerita itu"

Kuamati wajahnya dan kucari kepingan-kepingan yang tepat dalam memoriku. Blank! Sama sekali tidak kutemukan. Tapi fakta aku bersekolah di TK Kasih Bunda dan SD Revolusi 1 tak terbantahkan. Aku jadi malu karena dia masih mengingatku dengan sangat baik.

"Aku ingat waktu itu kamu banyak membantuku dalam pergaulan. Waktu itu aku benar-benar tidak punya teman dan minder. Kamu yang populer adalah teman terbaik di TK. Aku banyak belajar cara bergaul waktu itu"

Aku merenungkan kembali masa kecilku yang bahagia dan percaya diri. Itu semua karena Ayah. Ayah yang mendorongku untuk berani mencoba segala hal. Ayah yang mendorongku untuk bergaul dengan semua kalangan sekaligus Ayah yang menjagaiku dari hal yang buruk.

Aku mengajaknya mampir ke kostku sebagai basa-basi tapi ternyata dia menyanggupinya. Dia cerita banyak tentang kisah hidupnya yang susah. Bahkan sekarang di sini dia harus membiayai hidupnya sendiri. Dia bekerja apa saja.

"Beberapa hari yang lalu saja aku mengambil proyek di Bogor"

Arsyad banyak bercerita tentang kehidupan selama perjalan kami ke kost. Aku banyak diam sambil  memikirkan andaikan dia bukan teman kecilku yang mengenal keluargaku tentu aku sudah... Sedang sange sekali, mana Arsyad tampan pula. Aku tidak banyak mendengarkan meskipun Arsyad semangat sekali bercerita.

"Yah beginilah tempat kostku..."

Arsyad tersenyum.

"Ini jauh lebih baik dari tempat aku tinggal. Oh ya, sebenarnya aku sedang mencari tempat tinggal karena seminggu ke depan aku akan jadi penunggu stand di pameran dekat sini"

Aku tahu pameran besar yang Arsyad maksudkan. Memang penunggu stand biasa akan menjaga stand sampai malam. Dan tempat Arsyad bekerja tidak menyediakan transportasi untuk penjaga stand. Padahal rumah Arsyad cukup jauh harus berganti beberapa kali angkutan.

"Kalau gak keberatan aku ingin tinggal di sini... selama pameran... kalau diperbolehkan..."

Aku tidak bisa menolak. Apalagi membantu orang lain (selagi mampu) adalah perbuatan baik kan... Siapa menabur kebaikan suatu hari kelak dia akan menuainya...

"Biar nanti aku bicarakan dengan penjaga kost dan aku bilang kamu kawan dari Bogor..."
***

Malam semakin larut dan cerita kami semakin banyak. Dentang gaydarku tak mungkin menipu. Dari  bahasa tubuh dan pandangan mata aku sudah tahu kalau Arsyad sama dengan diriku. Cerita-ceritanya melengkapi semua. Tak ada salahnya sekarang saat mengujinya dengan pertanyaan standar.

"Kamu ganteng juga kalau dilihat. Pasti pacarmu banyak..." pancingku.

"Ah siapa yang mau sama orang miskin seperti aku. Ce sekarang matre semua...."

"Kalau co?"

Tiba-tiba dia diam terkunci. Kami pun sunyi... Aku jadi merasa tidak enak...

"Syad hmmm..."

"Gak. Kamu ga salah Jer..."

Mata Arsyad berlinang air mata dan hidungnya mulai memerah.

"Dia mengkhianatiku... aku membencinya..."

Wah bakal sampai pagi nih ceritanya... aku harus tidur karena besok ada kuliah pagi. Otakku berputar mencari akal.

"Sudahlah.. jangan ceritakan... aku gak berniat tahu urusan pribadimu. Sesungguhnya aku punya koleksi bokep gay dan aku cuma ingin tahu kalau-kalau kamu keberatan"

Arsyad menghapus air mata dan ingusnya dengan tisue.

"Gak. Nonton saja. Ini tempatmu dan aku hanya tamu kan?"

Aku meringis dan cepat-cepat menyetelnya. Aku menonton dan Arsyad tidur. Lampu kumatikan dan suara musik instrumentalia kukeraskan mengalahkan suara lenguhan. Tiba-tiba saja aku merasakan pelukan.

"Boleh aku memelukmu, kan?" ujar Arsyad di tengkukku.

Aku hanya diam. Mungkin pelukan ini untuk mengusir kesedihannya. Aku berdebar-debar rasanya. Arsyad mencium tengkukku. Aku ingin menengok dan bibirku bertemu bibir Arsyad. Tanpa basa-basi Arsyad menyambutnya dan mengulum bibirku. Arsyad mau dan aku pun menginginkan, terjadilah yang kami mau.

Ciuman hangat Arsyad kubalas dengan ciumanku. Kami saling memeluk dan mendekap hangat. Begitu mudah sepertinya mendapat yang kuinginkan. Mungkin inilah yang namanya keberuntungan. Kuhela dan kupacu kuda nafsuku mengikuti nafsu Arsyad yang mungkin seperti Om Bara ingin melupakan sebentar kepedihannya.

Menurut temanku cumbuan dan pelukan orang beristri lebih hangat dibandingkan yang belum pernah menyentuh wanita. Namun tak terbukti. Arsyad belum pernah dengan wanita tentunya... dia seumuran denganku. Kalau sepertiku dan dia tidak punya ce maka dia tidak berminat untuk pacaran. Tetapi kehangatan tubuh Arsyad seperti kehangatan dari Om Bara. Aku sangat nyaman berpelukan dengan dia. Apalagi kalau sudah bugil begini. Dada bertemu dada. Perut bersentuh perut....

Saat berhenti mencium kulihat matanya. Dia tersenyum aku pun membalasnya.

"Kenapa?" tanya Arsyad.

"Kamu ganteng juga..." kataku sambil mencium pipinya.
***

Kehangatan itu membuatku sangat bernafsu pada Arsyad yang ganteng. Sobat kecilku namun kini jadi
teman tidurku.

"Hmmmhhh luv ya... " bisik Arsyad disela cumbuannya.

Arsyad dengan cepat jongkok dan melumati kontolku. Nafasnya mendengus-dengus menikmati kontolku.
Menjilatinya dan tak lama mengulum dan mengisap. Sambil menghisap dia menelanjangiku dan dirinya
sendiri.

"Ooohhhhh syaaaddd dahsyaat..."

Tak tahan aku meremas dan menekan kepala Arsyad supaya tidak bergerak terlalu cepat. Aku merasa sangat geli. Aku mengelus punggung Arsyad yang liat dan hangat.

"berhenti Syadd... aku mau keluar..."

Arsyad sama sekali tidak berhenti bahkan lebih kuat lagi menghisap. Rasa itu tak bisa kutahan-tahan lagi dan crot.. maniku menyembur di dalam mulut sahabat kecilku. Semua ditelan hingga habis. Bahkan sisa-sisa yang keluar pun dijilatinya.

"Tidurlah..." ujar Arsyad.

Kami tidur berpelukan.
***


Malam itu aku dan Arsyad merengkuh tidak hanya satu tapi dua atau tiga kali pulau kenikmatan. Hingga pagi menjelang kami tidur bertelanjang. Malam itu tak akan terlupakan. Malam itu pertama aku menikmati 'kehangatan ayah' dari teman sebaya.

"Jer, kamu tahu tidak proyekku terakhir di Bogor?"

"Memangnya apa?" tanyaku cuek.

"Aku jadi gigolo buat tante-tante dan itu pertama aku dengan wanita" ujarnya membuka rahasia sendiri.

Tidak ada yang mengherankan. Arsyad butuh biaya dan tante-tante itu butuh kepuasan brondong tentunya.

"Apakah kamu mengenal wanita ini?" Ujar Arsyad mengeluarkan sebuah kartu nama.

Di kartu nama itu ada nama perusahaan tempat aku magang kemarin dan dibawahnya tertera sebuah nama yang tidak asing lagi, ANGEL - Secretary.

No comments: