19 June 2011

KARMA 1

Karma 1: Mabuk Atau Nafsu?

Ditinggalkan seorang Ayah menjelang remaja memang merupakan sebuah pukulan yang berat. Namun itu tidak bisa dijadikan alasan aku menjadi 'nakal' versi ibu. Sekarang Ibu sudah angkat tangan dan tidak lagi keras seperti pada awal setelah ayah meninggal. Keras tetapi rapuh, sering kudapati beliau menangis setelah menghajar aku. Juga mata beliau bengkak setelah bertengkar denganku bila malam bertengkar denganku.

"Jery... umurmu sudah kepala dua sekarang. Kamu sudah cukup dewasa untuk menentukan hidup kamu"

Ibu menghela nafas di sela kalimat yang begitu diatur rapi.

"Ibu dan Putri -adikmu- (ibu memandang Putri sebentar) mengharap kamu berhasil. Ibu belum bisa terlalu membebanimu untuk menjadi tulang punggung keluarga... (suara ibu agak tercekat)"

Aku jadi berkaca-kaca lalu aku sujud dan ibu memelukku. Tidak perlu kata-kata lebih jauh lagi.  Itu terjadi saat aku meminta ijin untuk kost, alasanku supaya lebih dekat kampus karena terlalu lelah pulang balik rumah. Apalagi sudah semester mendekati akhir. Semakin banyak tugas dan praktek yang menyita waktuku. Apalagi cuaca yang tidak menentu, sebentar panas dan sebentar hujan.

Yang sesungguhnya adalah supaya aku bisa lebih dekat dengan om Bara. Lelaki Empatpuluhan yang sudah  berkeluarga. Sebaya dengan ibuku. Aku merasakan kehangatan yang tidak kudapat dari bf-bfku sebelumnya. Meski sebaya ibu, tapi anak-anak Om Bara masih kecil, paling besar saja baru kelas 2 SD. Aku sering bersama mereka.

Di keluarga Om Bara aku di kenalkan sebagai mahasiswa magang di kantor Om Bara. Ya memang benar, semester lalu aku magang di kantor desain interior milik Om Bara. Dari situlah hubunganku dengan si Om menjadi dekat.

"Jer, wajahmu kok mirip Pak Bara ya... jangan-jangan jodoh!" begitu celetukan Vina, sekretaris Om Bara.

Om Bara sangat puas dengan hasil kerjaku sehingga aku diberi tanggung jawab lebih besar untuk mendesain kantor pemerintah. Kami sering bersama berdiskusi hingga larut malam. Semua orang sudah pulang dan sekali kami menginap di kantor. Itulah malam pertamaku dengannya.

***

"Jer.. ini sudah jam 1 pagi loh..." ujar Om Bara sambil melihat arloji di tengah kerja kami.

Aku juga tahu Om... dari tadi Ibu sudah berkali-kali sms. Melihat begitu semangat Om Bara terhadap proyek ini aku jadi tidak enak kalau meninggalkannya sendiri.

"Bapak mau dibuatkan kopi lagi? Atau mau pulang?" ujarku sopan menawarinya.

Aku masih belum beranjak dari depan monitor besar. Om Bara mendekatiku. Rasa berdebar selalu muncul kalau dekat Bapak satu ini. Badannya yang besar tampak matang dan hangat kalau saja bisa bersandar. Ingin rasanya tidur di dadanya. Hmmm...

"Loh kok rancangannya dirubah lagi... mana tempat tidur yang di sini?" Jari Om Bara menunjuk tepat di belakang kantor direktur jenderal. Suaranya agak meninggi tidak wajar.

"Sengaja kuhapus, Pak. Kukira itu kantor kan..." ujarku polos.

"Kamu ini seperti tidak tahu saja seperti apa pejabat itu..."

"Kelelahan, maksudnya?"

"Bukan. Mereka menyiapkan tempat buat mereka ngesex. Mereka semua suka ngentot..."

Itu kata-kata paling kasar yang pernah kudengar dari Om Bara. Kulirik mejanya, sebuah botol Brandy ada di sana. Entah sejak kapan Om Bara mulai menenenggak minuman beralkohol itu. Sepertinya dia agak mabuk.

"Hei.. kamu (dia tampak kesulitan mengingat namaku) mau ngentot sama aku tidak..."

Aduh runyam sekali keadaannya. Mana tidak ada orang lagi. Om Bara menenggak habis gelasnya. Aku merebut gelas itu dan membimbingnya ke sofa di tengah ruangan. Aku ke luar ke arah lift namun semua  sepi. Bisa saja aku memanggil satpam di bawah tapi itu akan jadi gosip segedung besok. Aku kembali ke dalam.

"Bapak mabuk ya?" aku tak tahu harus tanya apa lagi waktu itu.

"Tidak. Aku tidak mabuk... aku cuma kesal saja sama mereka..."

Tidak jelas yang dimaksud mereka. Mungkin para pejabat, mungkin kontraktor, atau mungkin keluarganya. Tidak mungkin kutanya detail begitu pada orang yang sedang mabok. Dari mulutnya menguar bau  alkohol.

Aku pernah dengar, orang mabuk harus dilonggarkan baju dan celana agar peredaran darah lancar. Maka aku membuka dasi dan dua kancing baju Om. Kulonggarkan pula gasper celana. Lalu aku memandangi Om yang masih belum terlalu tua itu. Dadanya yang terbuka membuatku berdesir. Tiba-tiba entah keberanian dari mana aku tiduran dan menempelkan pipiku.

Aku merasakan degup jantungnya. Degup jantung seorang pria dewasa. Ada rasa sangat nyaman yang baru kualami ditengah debaran jantungku. Seperti diumumkan jadi juara kelas sewaktu SMU dulu.  Aku merasa kaget ketika kulihat tangan kananku selesai melepas kancing baju Om Bara yang terakhir. Kaget sekaligus senang. Sekarang perut buncitnya terlihat turun naik seiring nafas. Aku jadi berhasrat sekali. Kuciumi dada dan perut Om Bara perlahan.

Aku juga pernah dengar kalau orang minum alkohol libidonya akan naik. Sebagai orang yang ingin tahu, aku ingin membuktikan. Tanganku menurunkan resleting celana Om Bara. Terlihat celana dalam hitam merah yang menyembunyikan kemaluannya yang tampak menonjol. Tiba-tiba tangan Om Bara menepis tanganku yang hendak menyentuh gundukan itu.

"Cium aku dulu... baru boleh sentuh itu" kata om Bara.

Telunjuknya menunjukkan ke bibirnya. Matanya masih terpejam. Aku jadi bingung, sebenarnya Om ini mabuk atau tidak. Aku bimbang. Namun bila tidak mabuk kenapa dia diam saja saat aku menciumi dada dan perutnya? Apapun keadaannya dia menerima.

Kudekatkan bibirku ke bibirnya. Aku mengulum bibir bawahnya. Terasa pahit alkohol. Sejenak Om Bara hanya pasif saja. Aku menambah intensitas ciuman. Kini kulumat juga bibir atasnya. Dia masih diam saja. Ah jangan-jangan benar benar mabuk.

Mataku terbelalak ketika kepalaku dipegang telapak tangan dari belakang dan kini aku yang ganti dihisap bibirnya. Air liurnya bercampur dengan alkohol tapi terasa manis dan hangat. Om Bara berdiri dari posisi berbaring.Tangannya ganas melucuti bajuku. Aku hanya menikmati ketika dia menciumi wajah dan leherku dengan nafsu yang mendengus-dengus dari hidungnya. Seperti banteng yang melihat kain merah yang dipegang matador.

Aku hanya mendesah menikmati cumbuan lelaki yang sudah berpengalaman itu. Dia berpengalaman mencumbu wanita, istrinya, dan mungkin juga mencumbu lelaki lain. Aku hanya pasrah dalam horni tak tertahan ingin dipuaskan. Aku hanya bisa menahan rangsangan ketika dia menjilati putingku. Menjilati dan menggigitnya. Aku hanya menjambaknya dan mungkin menahannya supaya tidak berhenti hingga kepuasan itu tiba. Aku benar-benar dikuasai birahi.

Tak tahu kapan dia membuka gasper dan resleting celana. Tak tahu kapan Om Bara menurunkan CDku,  yang kutahu adalah dia sudah menjilati kontolku yang tegak menegang. Satu tangan menggenggam batangku satu lagi mengelusi pahaku. Irama jilatan lidah itu tak pasti. Kadang cepat kadang lambat. Aku tak bisa menduga dan membuatku selalu tak siap, menimbulkan sensasi tak terkatakan dan pertama kualami.

Kejutan yang dia berikan tak berhenti di situ saja. Geli dan rangsangan yang luar biasa juga terjadi saat Om menjilati selakangan dan memberinya satu cupang merah yang baru hilang setelah 4 hari di paha kiriku. Aku menjepit kepalanya dengan pahaku karena tak tahan gelinya.

Om Bara begitu tahu titik-titik yang bisa menaikkan gairah. Sebenarnya seumur aku tanpa trik semacam itupun sudah sangat bergairah. Mendengar kata 'jembut' (rambut kemaluan) imaji liarku sudah bergerak jauh membangkitkan birahi. Memompakan darah ke kontol dan membuatnya jadi kaku dan sering menjadi ganjalan sangat tak mengenakkan kalau tidak segera diluruskan. Lain dengan lelaki seumur Om Bara yang butuh banyak pemanasan dan rangsangan.

Beberapa kali Om Bara mengulum keluar masuk kontolku aku serasa akan menyemburkan sperma.

"ssshhh mau keluar aaawwwwhhhh..." erangku pelan.

Aku ejakulasi dengan cepat. Maklum sudah lama tidak ada bf disampingku dan pelampiasan. Om Bara menelan semuanya. Itulah saat aku merubah pandangan tentang bosku itu.

Om Bara -waktu itu aku belum begitu memanggilnya- meninggalkan kontolku dan mendekatkan kontolnya ke depan mukaku. Dia memangkas rapi jembutnya pendek dan teratur, tampak sangat bersih dan terawat. Aku tahu yang harus kulakukan. Aku mengulumnya. Terasa begitu pas di mulutku. Ukurannya tidak berbeda jauh dengan milikku. Tapi tentu saja ketegangannya dan kekerasannya masih menang milikku.

Badannya merah dan mulai berkeringat. Kontolnya menegang dan keras. Sunatannya teratur dan rapi. Kepala dan batang kontolnya mengkilat basah oleh ludahku.

Lalu Om Bara pergi ke meja kerjanya dan mengambil sesuatu. Sekali lagi dia menenggak Brandy  langsung dari botolnya. Lalu mendekatiku lagi. Kami berciuman lagi. Sekali lagi terasa alkoholnya masuk ke mulutku.

Om Bara menaikkan kakiku dan dia menjilati lubang pembuanganku. Ya lubang anusku dijilati. Jadi ingat anjing tetangga yang kawin menjilati memek anjing betina. Geli dan enak rasanya. Tak kalah enak dengan batang kontol yang dijilati. Gila juga om ini pikirku! Aku pernah melihat adegan seperti ini di bokep co-ce. Co yang menjilati memek ce-nya. Tapi ini... aku melihat saja agak jijik tapi rasanya enak.

Lalu Om Bara mengolesi lubangku dengan jeli. Aku tahu karena aku pernah menggunakan itu dengan seseorang yang kukenal di dunia maya. Aku tahu Om akan menyodomiku, pasti. Aku baru sekali disodomi oleh kawan dunia mayaku itu. Rasanya sakit, mungkin karena memang ukuran kontolnya yang besar atau karena pertama kali. Kalau dengan bfku aku selalu menjadi seorang top dan tampaknya Om Bara adalah seorang Top murni. Haruskah aku mengalah?

"Jangaan pak.." kataku sambil menggeleng

Om Bara memandangiku dengan hasrat. Wajahnya memohon. Aku menggeleng, meyakinkan bahwa aku takut. Aku tidak menginginkan disodomi. Om Bara menghela nafas panjang lalu dia mengenakan celana dan baju. Aku pun demikian. Kami kembali menekuni kerja kami masing-masing hingga matahari terbit.

Hari itu aku dan Om Bara tidak masuk kerja. Siang harinya aku baru berangkat ke kantor karena mendapat telepon dari Vina. Ada klien yang mau ketemu katanya. Om Bara tidak ada di kantor hingga  waktu pulang. Aku jadi merasa tidak enak. Pikiranku penuh kekhawatiran dan jadi tidak jelas hingga aku mulai berpikir akan keluar kantor saja. Pindah magang tempat lain.

2 comments:

Rakha said...

keren ...! tapi klo bisa gak usah trlalu panjang sekuelnya masbro... :)

LANJUTKAN Karyamu kawan !

Unknown said...

Sip