27 June 2010

NODA MERAH PERSAHABATAN

Noda Merah Persahabatan

Masih mengenakan seragam Merah dan celana panjang putih. Mereka berdua kehujanan di atas motor yang dikemudikan Idho. Baju mereka basah kuyup, tas mereka dan mungkin juga buku pelajaran mereka. Motor itu berbelok ke sebuah perumahan dan berbelok lagi ke sebuah blok. Motor memasuki sebuah pekarangan. Hujan dan angin terkadang diselingi petir. Air bagaikan diguyurkan ke bumi.

Celana putih menjadi agak transparan baju merah benar-benar basah kuyup hingga meneteskan air hujan ke lantai. Pemilik rumah itu adalah Idho. Dia melirik temannya yang juga basah kuyup, Shandy. Sama seperti Idho, celana Shandy juga agak transparan. Yang membuat Idho melirik cenderung menatap adalah karena ada jendolan hitam. Shandy tak mengenakan celana dalam.

Idho segera membuka roling door garasi dan mendorong motornya ke sana. Saat memencet saklar lampu dia sadar kalau lampu mati.

Shit! Lengkap sudah penderitaannya..

Idho dan Shandy selain sekelas mereka juga bersahabat. Selain berasal dari alumni SMP yang sama (meski tidak pernah satu kelas semasa SMP) mereka sekelas sejak kelas satu SMA dan juga sebangku. Mereka sering mendapat tugas kelompok bersama. Tak pernah terjadi yang aneh-aneh selama mereka bersahabat.

Idho mengikuti Shandy dari arah belakang. Meski suasana gelap namun pantat Shandy tercetak jelas karena seragam basah itu. Idho menggelengkan kepala berusaha menepis ide-ide aneh di kepalanya. Pantat Shandy begitu padat mirip gambar-gambar pantat pria yang siap disodomi. Air menetes membasahi lantai garasi.

"Shan, aku ga mau mengepel lantai rumah gara-gara baju kamu yang basah... buka!"

"Aduh Dho... masa telanjang... aneh aneh aja deh kamu"

"Buka!" Idho berkeras.

Idho mulai membuka bajunya sendiri setelah membuka kunci pintu menuju rumah. Baju itu lalu  diperas di pot tanaman dekat pintu. Shandy melirik badan Idho yang tambah bagus saja. Seperti badan pria dewasa. Dadanya bidang dan menonjol tampak kekar. Shandy melakukan hal yang sama membuka baju dan memeras hingga air tak lagi menetes.

Lalu Idho membuka sepatu, kaus kaki dan celana panjangnya. Sekarang tinggal celana dalam  putih menutupi kemaluan Idho. Kakinya berbulu. Belum jelas tapi sudah banyak.

"Mau masuk gak? kalau mau masuk, buka!" kata Idho galak.

Shandy merasa kesal. Tapi apa boleh buat daripada dia kedinginan di luar. Ini bukan sekedar hujan tapi agak badai. Mati lampu. Shandy mengibaskan pakaian yang sudah diperas. Lalu dilingkarkan bajunya di pinggang sedangkan satu tangan mulai membuka celana putihnya. Diam-diam Idho yang mengambil handuk di dalam sudah kembali.

Shandy hendak memeras air di celana putih sedang tangan erat-erat memegang baju penutup auratnya. Idho yang tiba di pintu justru dengan bebas memandang pantat Shandy yang montok. Tiba-tiba saja terbit ide nakalnya.

"Mau pakai handuk, Shan?" Idho menawarkan.

Shandy berbalik dan tersenyum.

"Sini celanamu aku aku jemurkan..." Idho mengulurkan tangan.

Tanpa curiga Shandy memberikan celana yang sudah diperasnya. Tapi Idho tidak menerima dengan sempurnya sehingga celana putih itu jatuh. Idho membungkuk untuk mengambil namun sepertinya ia terpeleset dan berpeganan pada baju Shandy yang menutupi kontolnya. Baju Shandy terlepas  dan muka Idho menabrak tepat kontol Shandy.

Aaaawwww....

Segera Idho mengambil baju dan celana Shandy lalu berbalik ke rumah.

"Do... Idhooo... handuknya woiii..." teriak Shandy kencang mengalahkan hujan.

Sambil menahan sakit dia menutupi kontolnya. Padahal dibuka pun ga ada yang lihat.

Shandy mengejar Idho ke kamar Idho di lantai 2. Sepanjang tangga terpajang foto-foto keluarga Idho. Shandy merasa pipinya memerah dan risih bahkan dia sadar bahwa itu cuma foto. Langkahnya dipercepat. Foto-foto itu seakan menertawakan ketelanjangannya.

Shandy masuk ke kamar, Idho sedang memilih baju. Dia masih memakai handuk sebagai penutup.  Kini pikiran nakal menggoda Shandy. Di dekatinya Idho dan dibuka handuk Idho. Namun Idho diam saja saat Shandy membuka handuknya. Bahkan dia berbalik dan memamerkan kontolnya yang ngaceng kepada Shandy.

"Dho...!" Shandy jadi bingung dan agak ketakutan.

Idho selama ini terkenal macho dan tak mungkin dia suka dengannya.

"Dho... ini apa Dho...?" tanya Shandy yang masih menutupi kontolnya dengan tangannya.

"Kamu harus gantian ciumi kontol aku. Gara-gara ambil celana kamu aku jadi cium kontol kamu!" Idho memperlihatkan ekspresi tak jelas.

"Gila kamu..." Shandy tak selesai

"Berlutut!" Idho mendorong bahu Shandy agar berlutut. Tepat di depan Idho.

Idho mendekatkan kontolnya ke hidung Shandy.

Shandy memalingkan mukanya. Ini sudah keterlaluan. Selama ini Shandy selalu lebih mengalah. Idho lebih dominan dalam persahabatan mereka. Namun jauh di lubuk hati Shandy nyaman dengan kedominanan Idho. Shandy merasa dilindungi. Jadi dilema kalau Shandy menolak. Ada banyak ketakutan untuk berkonfrontasi dengan sahabatnya ini.

Bau batang hangat yang khas terasa menempel di pipi kanannya. Kedua tangannya berusaha menahan pinggang Idho yang terus maju. Tanpa dia sadari tangan kanannya melepaskan kontol yang sedari tadi dia tutupi. Batang hangat itu dibiarkan tetap menempel di sana. Shandy menimbang mengambil keputusan.

Shandy memalingkan muka ke depan kembali dan mulai menciumi kontol Idho dengan hidungnya. Perlahan... Setiap senti dari batang kemaluan Idho yang tegang dan keras diciuminya. Idho merasakan sensasi geli sekaligus nikmat.

"Hhhh...mmmm...." lenguh Idho perlahan.

Ada rasa lain dalam diri Shandy mendengar lenguhan Idho. Rasa hangat dan nikmat menjalar ke otaknya dan secara otomatis membuat kontolnya membesar dan berdiri tanpa dia sadari.

Kini Shandy mulai mengecupi batang kontol Idho dengan sayang. Rasa geli sekaligus enak itu jadi berlipat rasanya. Kecupan-kecupan Shandy di kontol membuat Idho serasa melayang di atas awan kenikmatan. Idho melirik yang dilakukan sahabatnya itu. Dia merasa Shandy ternyata tampan juga. Suatu yang selama ini tertutup dari depan matanya.

Idho mengelus rambut Shandy dan tersenyum saat Shandy memandangnya.

"Suka Shan...oowwwhhh..." Idho menahan kenikmatan.

Shandy bangun berdiri tepat berhadapan dengan Idho. Berpandangan dengan penuh arti. Lalu Idho mendekatkan mukanya ke pipi Shandy. Nafasnya mendengus. Namun tiba-tiba Shandy menahan bahu Idho yang mendekat.

"Dho... jangan dho.. Aku sudah memenuhi keinginan kamu tadi..."

Idho sudah dikuasai birahi tinggi. Sekarang dia malah lebih bernafsu menciumi leher Shandy. Shandy menjadi kegelian terkikik.

"Hihihi jangan Dho... geli" Shandy memasang posisi seperti seorang petinju yang bertahan dari serangan lawan.

Idho mendorong sambil memeluk Sahandy. Keduanya terjatuh di atas kasur Shandy. Idho kini  menggelitiki Shandy agar membuka pertahanannya. Lalu leher dan pipi Shandy diciumi lagi. Shandy pun bertahan lagi. Digelitiki lagi...

Badan mereka menjadi panas sedangkan kasur yang jadi matras gulat jadi centang perenang. Bantal, guling, sprei, jadi berantakan. Dua tubuh remaja mendekati pemuda telanjang  berpelukan di atasnya. Mereka berdua terengah-engah kelelahan. Tubuh Shandy dipeluk dari belakang. Tangan Idho memeluk erat dada dan tubuh Shandy.

Idho menggerakkan pinggangnya. Kontolnya kembali menegang menyodok belahan pantat Shandy.

"Dho... kok kamu jadi nafsu begitu sih?"

"Hmm ga tau juga Shan, mungkin karena hujan. Kamu bantu biar aku puas ya sayang..." Idho kembali menciumi tengguk Shandy.

"Jangan lah... Dho. Kita sama-sama lelaki nanti kita jadi homo loh..."

"Halah cuma sekali kok... kita coba seperti apa rasanya jadi homo" Idho jadi benar-benar bernafsu.

Pantat Shandy diremasi dengan dua telapak tangannya. Kontolnya yang keras digosok berulang-ulang ke belahan pantat Shandy. Ada nikmat yang beda daripada sekedar onani dengan meremas menggunakan tangan atau digosok-gosok ke guling. Sesungguhnya Shandy pun menikmati kejantanan Idho. Keras, hangat namun lembut dan membuat pantat berkedut-kedut. Mungkin enak kalau benda itu masuk.

"Jangan Dho, nanti aku hamil..." ujar Shandy.

"Biar... nanti aku akan tanggung jawab sayang..." Idho menjawab candaan Shandy dengan mencium lembut bibir Shandy.

Idho mencoba menggigit bibir bawah Shandy perlahan. Dia ingat pernah lihat di film-film ada ciuman bibir. Sepertinya enak sekali. Shandy pun membalas dengan menyedot bibir atas Idho Dalam sekian detik saja mereka berciuman bibir saling memagut. Lalu mereka berpelukan bahkan Shandy pun memeluk Idho dengan kencang seakan tak ingin melepaskan.

"Aku masukin ya Shan.. "kata Idho setelah bibir mereka lepas.

"Mmm.." Shandy mengangguk dan tersenyum.

Idho bangun lalu diangkatnya kaki Shandy dan diletakkan di atas bahunya. Dibukanya dagin pantat Shandy ke kanan dan kiri. Sudah keliatan lubang berkerut di sana. Begitu kecil  menutup mengerut seperti bibir mungil tak mau dimasuki apapun. Idho menusukkan jari telunjuk ke lubang itu.

"Shit! Sakit tau!" teriak Shandy yang meronta.

Tak semudah di film bokep ternyata.

"Iya ... sini sekali lagi... aku pelan!" ujar Idho tanpa merasa bersalah.

Shandy mengangkang lagi dengan perasaan khawatir. Idho meludah ke ujung telunjuknya dan dibasahinya lubang kecil itu. Idho mencoba memasukinya lebih perlahan. Shandy mencoba membuka lubang itu dengan pengaturan otot tapi tak mampu. Entah mengapa otomatis lubang itu menutup rapat dan lebih rapat.

"Sudah ya Dho... sepertinya ga mungkin dimasuki deh" ujar Shandy.

"Aku pernah lihat bisa kok. Punya si ujang yang anak kecil aja bisa..."

"Heh?! Kamu pernah sodomi si ujang anak penjaga sekolah kita?" Shandy terkejut.

"Bukan. Si Popo yang cerita..."

"Si Popo itu homo atau pedofil?"

"Ga tau deh... gila juga anak kecil begitu disodomi"

"Dho, udah ya... tu pantatku diapain sih...?"

Shandy yang diajak ngobrol jadi rileks. Jari telunjuk dan jari tengah Idho sudah keluar masuk tanpa di sadari. Bau pantat menguar dari dua jari yang keluar masuk lubang pembuangan tak dipedulikan Idho.

"Aku mau coba sodomi kamu" ujar Idho kini mengarahkan ujung kontolnya ke lubang Shandy.

Walau tadi dua jari sudah masuk namun kini lubang itu mengerut lagi. Rupanya Shandy ngeri ingat besarnya kontol Idho yang mau menyodominya. Idho meludah di lubang itu menambah licin supaya kepala kontolnya mudah masuk.

"Nyante.. rilex Shan..." instruksi Idho.

Sekali lagi kontol tegang Idho mendesak, memaksa, adu kuat dengan lubang sempit Shandy. Ada rasa pegal di lubang dubur Shandy.

"Dho sakit dhooo...." Namun Shandy menahan dengan menutup mata dan menggigit bibir sendiri.

Sekali lagi Shandy merasa aman dengan dominasi Idho. Meski terkadang dominasi itu menyakitkan. Seperti saat ini, Shandy tak berani menolak nafsu Idho. Demi tetap terjaganya pertemanan dan kedekatan persahabatan keduanya.

Perlahan sakit itu menghilang meski rasa mengganjal itu masih ada.

"Ga jadi dimasukin ya dho..."

"Ini dah masukkhh sshhh enak banget Shan..."

Shandy penasaran dan dia melirik ke lubang bawahnya. Cuma nampak separuh batang kontol Idho di depan pantatnya. Sebenarnya dia kurang percaya namun itu yang dia rasakan.

"Enak Shan?"

Shandy hanya mengangguk mencoba tersenyum. Sakit sebetulnya yang dia rasakan. Namun bila wanita bisa ketagihan dientot kenapa dia tidak coba merasakan kenikmatan itu? Begitu dalam pemikirannya. Namun sesungguhnya dia tak mau persahabatan dengan Idho pisah karena dia melawan keinginan sahabatnya.

Idho memundurkan pantatnya lalu memajukannya lagi. Mundur lagi dan maju lagi. Rasa enak lebih enak daripada sekedar coli. Tak lama Shandy pun mendesis keenakan.

"Dhooo aaahhhhh ..... " kontol Shandy kembali mengeras.

Shreeekkk... terdengar roling door depan dinaikkan. Ada seseorang dari keluarga Idho pulang.

Keduanya terdiam memperhatikan. Namun suara itu menghilang. Idho mulai bergerak masuk dan keluarkan kontolnya. Shandy merasa tidak tenang. Tangannya menggapai selimut Idho dan menyelimutkan ke tubuh mereka. Jaga-jaga saja.

"Shaannndd aku mau muncraat nehhh...."

Bag! Bag! Bag! terdengar gedoran di pintu kamar Shandy.

Crooottt....

Badan Idho ambruk ke badan Shandy. Mereka berdua pura-pura tertidur.

Brak! Ayah Shandy masuk.

"Dho..." namun melihat anaknya yang sedang tidur bersama sahabatnya dia menutup pintu lagi.

Shandy sudah dekat dan kenal dengan keluarga Idho. Ayah Idho segera keluar dan menutup pintu kamar tanpa sangkaan yang tidak-tidak.


Beberapa hari kemudian di hari Minggu Idho tampak termenung di teras.

"Dho, Shandy kok beberapa hari ini tidak terlihat kenapa ya?" Ayah Idho membuka pembicaraan.

"Entahlah Yah, mungkin sakit karena kehujanan beberapa hari yang lalu"

Satu yang Idho tau bahwa Shandy menjauhinya semenjak peristiwa itu. Sms tak dibalas. Telepon juga tak diangkat. Di sekolah Shandy lebih suka bermain dengan teman-teman lain dan selalu berusaha tidak dalam satu kumpulan dengan Idho.

Beberapa teman tadi sempat menanyakan kalau mereka bertengkar. Idho jawab tidak ada masalah. Buat Idho itu adalah kenangan yang indah. Sprei putih yang di atasnya ada noda peju dan merah darah masih disimpan dan tidak dicuci. Namun akankah noda itu jadi noda persahabatan bagi mereka juga?

"Sudah sana ditengok! Sahabat yang baik tu begitu..." kata Ayah.

Idho mengeluarkan motornya dan menuju rumah Shandy.

No comments: